“BELAJAR DARI SEMUT”
Pernahkah kita menyadari bahwa Allah SWT menciptakan berbagai macam
makhluk hidup dengan fungsi, tugas, dan manfaat masing-masing? Terkadang kita
sering berpikir bahwa ada beberapa makhluk hidup yang aktivitasnya hanya
mengganggu kita atau bahkan beranggapan bahwa orang-orang yang ada di
sekelililng kita hanya menjadi noda hitam dalam lembaran hidup kita.
Na’udzubillah. Masalah yang tampak sederhana tersebut kerap kali membuat terpecahnya suatu
kelompok masyarakat. Cobalah kita renungkan kisah si kecil semut yang hidup
dengan damai dan sejahtera.

Semut merupakan salah satu serangga yang hidup dalam suatu komunitas yang maju. Ada sebagian dari mereka yang hidup dengan berpindah dari satu tempat ke tempat lain, namun sebagian besar mereka menetap atau hidup secara permanen. Pada dasarnya semut adalah serangga yang hidup bermasyarakat. Semut mengajarkan kita tentang arti persahabatan, tolong menolong, dan gotong royong. Jika ada di antara mereka yang kelaparan, yang lain memeberikan sari makanannya kepada yang membutuhkan dengan dibantu alat pencernaan mereka yang dapat mentransfer sari makanan. Diriwayatkan oleh At Thabrani dan Al Hikam dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda bahwaa “seorang Mukmin tidak diperbolehkan menyimpan sesuatu yang mengenyangkan, sedangkan ada tetangga yang kelaparan.”
Allah pun berfirman dalam QS. An-Naml (27) : 18
Artinya
:
Hingga
apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut : Hai
semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh
Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari
Ayat tersebut menjelaskan bahwa semut pun bisa berbicara dan
mempunyai pengetahuan. Semut mempunyai sel syaraf yang berkuran kecil, befungsi
memproses informasi untuk lokasi makanan dan rumah mereka. Tak sedikit semut
yang membangun rumah di atas tanah atau ranting pohon dengan sempurna dan kuat.
Semuanya itu dibangun menggunakan bahan-bahan yang telah dikunyah dan dijadikan
adonan. Beberapa ilmuwan berpendapat cara inilah yang menginspirasi manusia
untuk membangun rumah dan piramida.
Semut bisa mengenal sesamanya tanpa menggunakan tanda. Kasih sayang
sesama semut terlihat dalam kelompok mereka ketika ada satu di antaranya yang
terluka atau menguburkan kawan yang mati di tempat khusus. Karakter seperti
inilah yang sudah seharusnya terpatri dalam hati setiap manusia. Keistimewaan
semut tersebut terkutip dalam perkataan Sayyidina Ali Bin Abi Thalib RA
“Renungkanlah penciptaan semut yang kecil badannya dan lembut perilakunya.
Hampir tidak bisa dilihat oleh mata dan tidak terpikirkan bagaimana mereka bisa
berjalan di atas bumi, mendapatkan rezeki, membawa makanan ke sarang-sarangnya,
mengolahnya, dan mengumpulkan makanan-makanan itu pada musim panas sebagai
persiapan menghadapi musim dingin. Rezekinya dijamin oleh Allah, Sang Maha
Pemberi. Dia tidak pernah melalaikan dan menghalangi semut dari rezekinya, meskipun
semut itu berada di atas bebatuan tandus maupun di dalam lubang yang beku. Jika
kamu merenungkan sumber-sumber makanannya (yang dari atas maupun dari bawah),
ulu hatinya, mata, dan telinga di kepalanya, niscaya kamu terkagum-kagum terhadap
penciptaan-Nya. Maha Tinggi Allah yang telah menciptakan semut dalam bentuk dan
kekuatan tubuh yang seperti itu, tanpa ada seorangpun yang menemani dan membantu-Nya.
Tiada Tuhan Hakiki selain Dia, Tiada yang berhak disembah kecuali Dia”.
Nabi kita sebagai rahmatan lil’alamin tak pernah lelah lelah
memberi tauladan yang baik, beliau sebagai uswatun hasanah bagi umatnya. So,
sebagai makhluk yang derajatnya lebih tingga dari pada semut, sudahkah berperilaku
lebih darinya, atau minimal seperti yang telah dicontohkannya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar