Kamis, 28 Januari 2016

Essay

“BELAJAR DARI SEMUT”

Pernahkah kita menyadari bahwa Allah SWT menciptakan berbagai macam makhluk hidup dengan fungsi, tugas, dan manfaat masing-masing? Terkadang kita sering berpikir bahwa ada beberapa makhluk hidup yang aktivitasnya hanya mengganggu kita atau bahkan beranggapan bahwa orang-orang yang ada di sekelililng kita hanya menjadi noda hitam dalam lembaran hidup kita. Na’udzubillah. Masalah yang tampak sederhana  tersebut kerap kali membuat terpecahnya suatu kelompok masyarakat. Cobalah kita renungkan kisah si kecil semut yang hidup dengan damai dan sejahtera.

Hasil gambar untuk gambar semut










Semut merupakan salah satu serangga yang hidup dalam suatu komunitas yang maju. Ada sebagian dari mereka yang hidup dengan berpindah dari satu tempat ke tempat lain, namun sebagian besar mereka menetap atau hidup secara permanen. Pada dasarnya semut adalah serangga yang hidup bermasyarakat. Semut mengajarkan kita tentang arti persahabatan, tolong menolong, dan gotong royong. Jika ada di antara mereka yang kelaparan, yang lain memeberikan sari makanannya kepada yang membutuhkan dengan dibantu alat pencernaan mereka yang dapat mentransfer sari makanan. Diriwayatkan oleh At Thabrani dan Al Hikam dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda bahwaa “seorang Mukmin tidak diperbolehkan  menyimpan sesuatu yang mengenyangkan, sedangkan ada tetangga yang kelaparan.”

Allah pun berfirman dalam QS. An-Naml (27) : 18
 حَتَّى إِذَا أَتَوْا عَلَى وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لا يَشْعُرُونَ 
Artinya :
Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut : Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari
Ayat tersebut menjelaskan bahwa semut pun bisa berbicara dan mempunyai pengetahuan. Semut mempunyai sel syaraf yang berkuran kecil, befungsi memproses informasi untuk lokasi makanan dan rumah mereka. Tak sedikit semut yang membangun rumah di atas tanah atau ranting pohon dengan sempurna dan kuat. Semuanya itu dibangun menggunakan bahan-bahan yang telah dikunyah dan dijadikan adonan. Beberapa ilmuwan berpendapat cara inilah yang menginspirasi manusia untuk membangun rumah dan piramida.
Semut bisa mengenal sesamanya tanpa menggunakan tanda. Kasih sayang sesama semut terlihat dalam kelompok mereka ketika ada satu di antaranya yang terluka atau menguburkan kawan yang mati di tempat khusus. Karakter seperti inilah yang sudah seharusnya terpatri dalam hati setiap manusia. Keistimewaan semut tersebut terkutip dalam perkataan Sayyidina Ali Bin Abi Thalib RA “Renungkanlah penciptaan semut yang kecil badannya dan lembut perilakunya. Hampir tidak bisa dilihat oleh mata dan tidak terpikirkan bagaimana mereka bisa berjalan di atas bumi, mendapatkan rezeki, membawa makanan ke sarang-sarangnya, mengolahnya, dan mengumpulkan makanan-makanan itu pada musim panas sebagai persiapan menghadapi musim dingin. Rezekinya dijamin oleh Allah, Sang Maha Pemberi. Dia tidak pernah melalaikan dan menghalangi semut dari rezekinya, meskipun semut itu berada di atas bebatuan tandus maupun di dalam lubang yang beku. Jika kamu merenungkan sumber-sumber makanannya (yang dari atas maupun dari bawah), ulu hatinya, mata, dan telinga di kepalanya, niscaya kamu terkagum-kagum terhadap penciptaan-Nya. Maha Tinggi Allah yang telah menciptakan semut dalam bentuk dan kekuatan tubuh yang seperti itu, tanpa ada seorangpun yang menemani dan membantu-Nya. Tiada Tuhan Hakiki selain Dia, Tiada yang berhak disembah kecuali Dia”.
Nabi kita sebagai rahmatan lil’alamin tak pernah lelah lelah memberi tauladan yang baik, beliau sebagai uswatun hasanah bagi umatnya. So, sebagai makhluk yang derajatnya lebih tingga dari pada semut, sudahkah berperilaku lebih darinya, atau minimal seperti yang telah dicontohkannya?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar