Berbicara
mengenai Islam di Indonesia saat ini, tidak lepas dari pro dan kontra dengan
aliran-aliran yang berkembang didalamnya. Antara golongan yang terlalu
menganggap Quran dan Sunnah-Nya sebagai pegangan yang tidak boleh dilepaskan
oleh umat Islam (lebih disebut dengan golongan kanan atau kaum radikal) dan
golongan yang menganggap Islam sebagai formalitas sebuah agama.
Islam sendiri merupakan
agama rahmatan lil alamin, agama yang penuh dengan kedeamaian, sebagaimana
disebutkan dalam wahyu-Nya QS. Al-anbiya’ ayat 107
وَمَاۤ اَرۡسَلۡنٰكَ اِلَّا رَحۡمَةً لِّـلۡعٰلَمِيۡنَ
Artinya:
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam.”
Di satu
kesempatan seminar, pakar tafsir Alqur’an Indonesia sekaligus Wakil Rektor II,
Dr. Phil Sahiron Syamsuddin, M. A menjelaskan bahwa salah satu mufassir era
klasik, At Thabari menafsirkan kata alamin
sebagai lafdzun amm wa yuraadibihi
amm, maksudnya lafadz alamin
sebagai lafad umum, yang dikendaki pun umum, yaitu seluruh makhluk-Nya,
termasuk manusia baik yang muslim maupun yang kafir (li mukminihim wa kaafirihim). Dalam haditspun juga disebutkan laa yadhulul jannah illa rahim. Begitu
juga dengan para mufassir lain sebagian besar tafsirannya sama dengan
at-Thabari.
Namun, seperti
yang sudah dijelaskan tadi, bahwa ada sebagian masyarakat yang kurang bisa
memahamai konteksnya. Sehingga menganggap komunitas atau orang-orang yang tidak
menganut Islam harus diberantas dan diperangi. Merka menafsiri lafadz alamin hanya untuk umat Islam saja.
Tidak sedikit dari mereka yang memaknai suatu ayat begitu saja, tidak mengambil
sumber dari ulama-ulama terdahulu, baik era klasik maupun kontemporer. Apalagi
mengklarifikasi apakah ayat atau lafadz yang ditafsirkan itu benar atau salah.
Kedua, melihat
kondisi umat Islam yang kian hari kian tak menentu, menganggap ini bid’ah, itu
haram, golongan A kafir, golongan B bertindak tidak seseuai syariat Islam, dan
lain sebagainya hingga pada akhirnnya muncul gerakan radikalisme dan terorisme,
pada dasarnya bersumber dari suatu ayat yang dianggap oleh golongan radikal
sebagai ayat perintah untuk berperang, membunuh orang kafir (baca : orang non
islam). Ayat yang dimaksud adalah QS. Al-Hajj ayat 39-40
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ
عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ
إِلا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ
بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ
يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ
إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
أُذِنَ
لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى
نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ (٣٩) الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ
حَقٍّ إِلا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ
النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ
وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ
اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (٤٠) - See more
at:
http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-hajj-ayat-30-41.html#sthash.eTPtqZZe.dpuf
Artinya :
39. telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi,
karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar
Maha Kuasa menolong mereka itu,
40. (yaitu)
orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang
benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah".
dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian
yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja,
rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak
disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong
(agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa.”
Kaum radikal
memahaminya literalis, menafsirkannya secara tekstual, tidak dipelajari
munasabah ayatnya, juga ilmu-ilmu yag berkaitan lainnya.
Dr, Phil.
Sahiron Syamsudin memaparkan bahwa seluruh ayat di dalam AL-Qur’an pada
hakikatnya terbagi menjadi dua, yakni ayat muhkam dan mutasyabih. Ayat muhkam
sendiri menurut pandangan beliau merupakan ayat yang bisa diterima oleh akal
(tidak bertentangan dengan ide moral), sedangkan ayat mutasyabihat adalah ayat
yang secara logika bertentangan dengan ide moral, sehingga perlu penafsiran
lebih lanjut.
Nahh, dalam
konteks ini, ayat perang merupakan ayat mutasyabihat yang perlu diperjelas
maksud dan tujuannya, perlu pemaknaan lebih mendalam, juga penafsiran dengan
ilmu-ilmu bantu lainnya. Semua ayat tentang perang seharusnya berada dibawah
koridor QS. Al-Hajj ayat 39-40. Mengapa penulis katakan seharusnya? Karena
faktanya tidak semua orang mengerti tentang ini, sehingga tidak melihat dasar
pokok ayatnya, langsung menafsirkan begitu saja.
Dilihat secara
historisnya, asbabul nuzul dari ayat tersebut adalah ketika umat Islam yang
berada di Madinah ingin mengunjungi saudaranya yang berada di Makkah, namun
diperbataan Makkah dan Madinah, mereka selalu dihadang dan tidak diperbolehkan
memasuki kota Makkah oleh kaum kafir Quraiys. Kejadian itu berulang kali hingga
tidak sedikit sahabat yang melapor kepada Rasul. Rasul hanya menjawab “Isbhiruu, ishbiruu ..” hingga suatu
ketika ada seorang sahabat yang hilang kesabarannya sampai-sampai ia mengatakan
bahwa Muhammad adalah seorang pecundang, karena tidak bisa berbuat untuk
umatnya. Barulah ayat tersebut turun.
Dari sisi
linguistik, kata udzina berarti
diizinkan. Dalam kaidah ilmu nahwu, lafadz tersebut merupakan mabni majhul.
Artinya, subjek dalam kalimat tersebut tidak dinampakkan. Hal tersebut jelas
bahwa Allah dan Rasul-Nya sendiri tidak suka peperangan. Dia tidak menunjukkan
diri-Nya dalam QS. Al-Hajj ayat 39-40 dikarenakan malu. Islam yang mengajarkan
kedamaian kenapa harus mengajarkan kekerasan dan menyelesaikan masalah dengan
peperangan.
Ibrah dari
semua itu, di era yang semakin hari semakin diambang ketidakjelasan, bentengi
diri kita dan keluarga kita dari hal-hal yang tidak jelas sumbernya (baca :
hoax), tanamkan ideologi dan keyakinan berpaham ahlussunnah wal jamaah an
nahdiyyah.
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar