Sabtu, 18 Maret 2017

Mereduksi Redikalisme dan Terorisme di Indonesia



Berbicara mengenai Islam di Indonesia saat ini, tidak lepas dari pro dan kontra dengan aliran-aliran yang berkembang didalamnya. Antara golongan yang terlalu menganggap Quran dan Sunnah-Nya sebagai pegangan yang tidak boleh dilepaskan oleh umat Islam (lebih disebut dengan golongan kanan atau kaum radikal) dan golongan yang menganggap Islam sebagai formalitas sebuah agama.
Islam sendiri merupakan agama rahmatan lil alamin, agama yang penuh dengan kedeamaian, sebagaimana disebutkan dalam wahyu-Nya QS. Al-anbiya’ ayat 107
وَمَاۤ اَرۡسَلۡنٰكَ اِلَّا رَحۡمَةً لِّـلۡعٰلَمِيۡنَ‏
Artinya:
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Di satu kesempatan seminar, pakar tafsir Alqur’an Indonesia sekaligus Wakil Rektor II, Dr. Phil Sahiron Syamsuddin, M. A menjelaskan bahwa salah satu mufassir era klasik, At Thabari menafsirkan kata alamin sebagai lafdzun amm wa yuraadibihi amm, maksudnya lafadz alamin sebagai lafad umum, yang dikendaki pun umum, yaitu seluruh makhluk-Nya, termasuk manusia baik yang muslim maupun yang kafir (li mukminihim wa kaafirihim). Dalam haditspun juga disebutkan laa yadhulul jannah illa rahim. Begitu juga dengan para mufassir lain sebagian besar tafsirannya sama dengan at-Thabari.

Namun, seperti yang sudah dijelaskan tadi, bahwa ada sebagian masyarakat yang kurang bisa memahamai konteksnya. Sehingga menganggap komunitas atau orang-orang yang tidak menganut Islam harus diberantas dan diperangi. Merka menafsiri lafadz alamin hanya untuk umat Islam saja. Tidak sedikit dari mereka yang memaknai suatu ayat begitu saja, tidak mengambil sumber dari ulama-ulama terdahulu, baik era klasik maupun kontemporer. Apalagi mengklarifikasi apakah ayat atau lafadz yang ditafsirkan itu benar atau salah.
Kedua, melihat kondisi umat Islam yang kian hari kian tak menentu, menganggap ini bid’ah, itu haram, golongan A kafir, golongan B bertindak tidak seseuai syariat Islam, dan lain sebagainya hingga pada akhirnnya muncul gerakan radikalisme dan terorisme, pada dasarnya bersumber dari suatu ayat yang dianggap oleh golongan radikal sebagai ayat perintah untuk berperang, membunuh orang kafir (baca : orang non islam). Ayat yang dimaksud adalah QS. Al-Hajj ayat 39-40
 
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ (٣٩) الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (٤٠) - See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-hajj-ayat-30-41.html#sthash.eTPtqZZe.dpuf
Artinya :
39. telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,
40. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa.”
Kaum radikal memahaminya literalis, menafsirkannya secara tekstual, tidak dipelajari munasabah ayatnya, juga ilmu-ilmu yag berkaitan lainnya.
Dr, Phil. Sahiron Syamsudin memaparkan bahwa seluruh ayat di dalam AL-Qur’an pada hakikatnya terbagi menjadi dua, yakni ayat muhkam dan mutasyabih. Ayat muhkam sendiri menurut pandangan beliau merupakan ayat yang bisa diterima oleh akal (tidak bertentangan dengan ide moral), sedangkan ayat mutasyabihat adalah ayat yang secara logika bertentangan dengan ide moral, sehingga perlu penafsiran lebih lanjut.
Nahh, dalam konteks ini, ayat perang merupakan ayat mutasyabihat yang perlu diperjelas maksud dan tujuannya, perlu pemaknaan lebih mendalam, juga penafsiran dengan ilmu-ilmu bantu lainnya. Semua ayat tentang perang seharusnya berada dibawah koridor QS. Al-Hajj ayat 39-40. Mengapa penulis katakan seharusnya? Karena faktanya tidak semua orang mengerti tentang ini, sehingga tidak melihat dasar pokok ayatnya, langsung menafsirkan begitu saja.
Dilihat secara historisnya, asbabul nuzul dari ayat tersebut adalah ketika umat Islam yang berada di Madinah ingin mengunjungi saudaranya yang berada di Makkah, namun diperbataan Makkah dan Madinah, mereka selalu dihadang dan tidak diperbolehkan memasuki kota Makkah oleh kaum kafir Quraiys. Kejadian itu berulang kali hingga tidak sedikit sahabat yang melapor kepada Rasul. Rasul hanya menjawab “Isbhiruu, ishbiruu ..” hingga suatu ketika ada seorang sahabat yang hilang kesabarannya sampai-sampai ia mengatakan bahwa Muhammad adalah seorang pecundang, karena tidak bisa berbuat untuk umatnya. Barulah ayat tersebut turun.
Dari sisi linguistik, kata udzina berarti diizinkan. Dalam kaidah ilmu nahwu, lafadz tersebut merupakan mabni majhul. Artinya, subjek dalam kalimat tersebut tidak dinampakkan. Hal tersebut jelas bahwa Allah dan Rasul-Nya sendiri tidak suka peperangan. Dia tidak menunjukkan diri-Nya dalam QS. Al-Hajj ayat 39-40 dikarenakan malu. Islam yang mengajarkan kedamaian kenapa harus mengajarkan kekerasan dan menyelesaikan masalah dengan peperangan.
Ibrah dari semua itu, di era yang semakin hari semakin diambang ketidakjelasan, bentengi diri kita dan keluarga kita dari hal-hal yang tidak jelas sumbernya (baca : hoax), tanamkan ideologi dan keyakinan berpaham ahlussunnah wal jamaah an nahdiyyah.
Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar