Senin, 14 Agustus 2017

Dahsyatnya Kalimat Istighfar



Ini request dari mamak ..hehe
Kisah pengantar tidur. Yaa, ini sebuah kisah, bukan dongeng. Malam itu, sebelum mataku benar benar terpejam, ibuku menceritakan kisah perjalanan seorang fuqoha, Imam besar pada zamannya, Ahmad bin Hanbal. Salah satu tokoh dalam empat madzhab.
Di usianya yang semakin lanjut, beliau jarang melakukan rihlah. Tempat tinggalnya terletak di salah satu kota terbesar di Irak, yaitu Baghdad. Hari-harinya digunakan untuk menyibukkan diri dengan berdzikir, qiyamul lail, bermunajat, menghamba pada-Nya. Hingga suatu ketika Imam Ahmad bin Hanbal berkeinginan untuk pergi ke Bashrah. Meski beliau tidak mengetahui secara pasti apa yang akan dilakukan disana, karena juga tidak memilki sanak saudara, kerabat maupun kenalan yang berada di Bashrah. Namun, semakin hari keinginan itu semakin kuat. Akhirnya beliau memutuskan untuk pergi ke Bashrah yang kurang lebih 3 hari lamanya. Ditempuhnya dengan berjalan kaki.
Singkat cerita, ketika beliau sampai disana, satu-satunya tempat yang bisa beliau kunjungi adalah masjid. Setelah menunaikan sholat, beliau berniat beristirahat dan menginap dimasjid tersebut, mengingat saat itu juga telah larut. Namun, baru saja beliau meletakkan kepala di lantai, ada seseorang yang menegurnya untuk pindah keluar di serambi, jika perlu keluar dari masjid karena pintunya akan segera ditutup. Rupanya orang yang secara tidak langsung mengusir Imam Ahmad bin Hanbal adalah takmir masjid itu. Dengan ikhlas, beliau menyingkar dari area masjid.
Di luar masjid, Imam Ahmad bin Hanbal berpapasan dengan seorang laki-laki separuh baya yang menawarkan pada beliau untuk menginap di rumahnya. Tetapi, menunggu beberapa jam setelah ia selesai berjualan makanan (roti).  Beliau mengiyakan. Diikutulah laki-laki tersebut, menuju warung penjualannya. Sambil mengadoni dan melayani pembeli, Imam Ahmad bin Hanbal yang sedang duduk, matanya tak lepas dari mulut laki-laki penjual itu yang komat-kamit entah mengucapkan apa. Setelah agak sepi, Imam Ahmad bin Hanbal tidak tahan lagi untuk tidak bertanya. “Pak, sedari tadi yang saya lihat, Bapak tidak berhenti mengucapkan sesuatu. Kalau boleh saya tahu, amalan apakah itu?. Kemudian laki-laki tersebut perlahan mulai menceritakan kisah hidupnya. Dari muda, dimana saja, kapan saja, ia tidak pernah absen dalam membaca istighfar. Baik dalam berjualan, dirumah, di pasar, wirid dan lain sebaginya, kecuali ketika tidur. “Alhamdulillah, berkat istighfar yang setiap waktu saya baca, Allah mencukupi kebutuhan saya, keluarga saya, dan segala yang di inginkannya telah dikabulkan. Sampai saat ini, hanya satu permintaan yang belum di ijabahi-Nya.” Kata laki-laki penjual roti tersebut. Rasa kantuk beliau tidak bisa menutupi kengintahuannya. “Alhamdulillah, itulah barokah dan manfaat sebagai balasan ucapan kalimat thayyibah. Tapi, permintaan apakah yang hingga kini belum dikabulkan oleh Allah? Apakah terlalu berat atau mustahil untuk diwujudkan?” Tanya Imam Ahmad bin Hanbal. “Wahai bapak tua, dari dulu saya sangat mengagumkan sosok Imam besar, Imam Ahmad bin Hanbal. Penulis kitab musnad ahmad, salah satu imam madzhab 4. Namun, apadaya meski saya mau dan mampu berjalan dari Bashrah ke Baghdad, tapi tidak mengetahui sama sekali sosok beliau, bagaimana nantinya saya bisa bertemu?” begitulah keterangan panjang lebar dari laki-laki separuh baya tersebut.
Dengan mata berkaca-kaca, Imam Ahmad bin Hanbal memeluk laki-laki tersebut, meski yang dipeluknya masih bengong, hingga Imam Ahmad bin Hanbal menjelaskan bahwa beliau lah orang yang selama ini didambakan oleh laki-laki tersebut. Seketika itu, laki-laki penjual roti tersebut mencium tangan dan bersujud di kaki Imam Ahmad bin Hanbal, kemudian pingsan saking bahagianya.
Begitu indah-Nya Sang Skenario membuat alur hingga berakhir demikian. Rupanya keinginan Imam Ahmad bin Hanbal untuk berkunjung ke Bashrah salah satu sebabnya adalah untuk bertemu dengan laki-laki penjual roti tersebut. Begitu juga laki-laki penjual roti tersebut yang ditakdirkan bertemu dengan Imam Ahmad bin Hanbal di depan masjid, kemudian menawarkan untuk bermalam ditempatnya.
Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar