Ini
request dari mamak ..hehe
Kisah pengantar tidur. Yaa, ini sebuah kisah, bukan dongeng. Malam
itu, sebelum mataku benar benar terpejam, ibuku menceritakan kisah perjalanan
seorang fuqoha, Imam besar pada zamannya, Ahmad bin Hanbal. Salah satu tokoh dalam
empat madzhab.
Di usianya yang semakin lanjut, beliau jarang melakukan rihlah. Tempat
tinggalnya terletak di salah satu kota terbesar di Irak, yaitu Baghdad. Hari-harinya
digunakan untuk menyibukkan diri dengan berdzikir, qiyamul lail, bermunajat, menghamba
pada-Nya. Hingga suatu ketika Imam Ahmad bin Hanbal berkeinginan untuk pergi ke
Bashrah. Meski beliau tidak mengetahui secara pasti apa yang akan dilakukan
disana, karena juga tidak memilki sanak saudara, kerabat maupun kenalan yang
berada di Bashrah. Namun, semakin hari keinginan itu semakin kuat. Akhirnya
beliau memutuskan untuk pergi ke Bashrah yang kurang lebih 3 hari lamanya.
Ditempuhnya dengan berjalan kaki.
Singkat cerita, ketika beliau sampai disana, satu-satunya tempat
yang bisa beliau kunjungi adalah masjid. Setelah menunaikan sholat, beliau
berniat beristirahat dan menginap dimasjid tersebut, mengingat saat itu juga
telah larut. Namun, baru saja beliau meletakkan kepala di lantai, ada seseorang
yang menegurnya untuk pindah keluar di serambi, jika perlu keluar dari masjid
karena pintunya akan segera ditutup. Rupanya orang yang secara tidak langsung
mengusir Imam Ahmad bin Hanbal adalah takmir masjid itu. Dengan ikhlas, beliau
menyingkar dari area masjid.
Di luar masjid, Imam Ahmad bin Hanbal berpapasan dengan seorang
laki-laki separuh baya yang menawarkan pada beliau untuk menginap di rumahnya.
Tetapi, menunggu beberapa jam setelah ia selesai berjualan makanan (roti). Beliau mengiyakan. Diikutulah laki-laki
tersebut, menuju warung penjualannya. Sambil mengadoni dan melayani pembeli,
Imam Ahmad bin Hanbal yang sedang duduk, matanya tak lepas dari mulut laki-laki
penjual itu yang komat-kamit entah mengucapkan apa. Setelah agak sepi, Imam
Ahmad bin Hanbal tidak tahan lagi untuk tidak bertanya. “Pak, sedari tadi yang
saya lihat, Bapak tidak berhenti mengucapkan sesuatu. Kalau boleh saya tahu,
amalan apakah itu?. Kemudian laki-laki tersebut perlahan mulai menceritakan
kisah hidupnya. Dari muda, dimana saja, kapan saja, ia tidak pernah absen dalam
membaca istighfar. Baik dalam berjualan, dirumah, di pasar, wirid dan lain
sebaginya, kecuali ketika tidur. “Alhamdulillah, berkat istighfar yang setiap
waktu saya baca, Allah mencukupi kebutuhan saya, keluarga saya, dan segala yang
di inginkannya telah dikabulkan. Sampai saat ini, hanya satu permintaan yang belum
di ijabahi-Nya.” Kata laki-laki penjual roti tersebut. Rasa kantuk beliau tidak
bisa menutupi kengintahuannya. “Alhamdulillah, itulah barokah dan manfaat
sebagai balasan ucapan kalimat thayyibah. Tapi, permintaan apakah yang hingga
kini belum dikabulkan oleh Allah? Apakah terlalu berat atau mustahil untuk
diwujudkan?” Tanya Imam Ahmad bin Hanbal. “Wahai bapak tua, dari dulu saya
sangat mengagumkan sosok Imam besar, Imam Ahmad bin Hanbal. Penulis kitab
musnad ahmad, salah satu imam madzhab 4. Namun, apadaya meski saya mau dan
mampu berjalan dari Bashrah ke Baghdad, tapi tidak mengetahui sama sekali sosok
beliau, bagaimana nantinya saya bisa bertemu?” begitulah keterangan panjang
lebar dari laki-laki separuh baya tersebut.
Dengan mata berkaca-kaca, Imam Ahmad bin Hanbal memeluk laki-laki
tersebut, meski yang dipeluknya masih bengong, hingga Imam Ahmad bin Hanbal
menjelaskan bahwa beliau lah orang yang selama ini didambakan oleh laki-laki
tersebut. Seketika itu, laki-laki penjual roti tersebut mencium tangan dan
bersujud di kaki Imam Ahmad bin Hanbal, kemudian pingsan saking bahagianya.
Begitu indah-Nya Sang Skenario membuat alur hingga berakhir
demikian. Rupanya keinginan Imam Ahmad bin Hanbal untuk berkunjung ke Bashrah
salah satu sebabnya adalah untuk bertemu dengan laki-laki penjual roti
tersebut. Begitu juga laki-laki penjual roti tersebut yang ditakdirkan bertemu
dengan Imam Ahmad bin Hanbal di depan masjid, kemudian menawarkan untuk
bermalam ditempatnya.
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar