Hadis An-Nasa’i No. 771
أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ،
قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنِ عَيَّاشٍ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ زِرٍّ،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : " لَعَلَّكُمْ سَتُدْرِكُونَ أَقْوَامًا يُصَلُّونَ الصَّلاةَ لِغَيْرِ
وَقْتِهَا، فَإِذَا أَدْرَكْتُمُوهُمْ فَصَلَّوَا الصَّلاةَ لِوَقْتِهَا،
وَصَلَّوْا مَعَهُمْ وَاجْعَلُوهَا سُبْحَةً "
Artinya :
Telah mengkabarkan kepada
kami 'Ubaidullah bin Sa'id dia berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Bakr
bin 'Ayyasy dari 'Ashim dari Zirr dari Abdullah dia berkata; Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam bersabda, "Mungkin kalian akan menjumpai suatu
kaum yang mengerjakan shalat tidak pada waktunya. Jika kalian mendapati mereka,
maka shalatlah pada waktunya, kemudian ikutlah shalat bersama mereka dan jadikanlah
itu sebagai shalat sunnah."
Dalam
ilmu hadits, yang perlu diteliti pertama kalinya adalah sanad dari suatu
hadits. Jika sanadnya shahih, maka matanya bisa diteliti. Namun, bila sanad
hadits dinyatakan tidak shahih, maka tidak perlu meneliti matannya tersebut
secara mendalam. Berikut ini penjelasan sedikit mengenai identitas perawi dari
hadits diatas.
Untuk jalur periwayatannya adalah Nabi Muhammad SAW → Abdillah → Dzirri → ‘Ashim → Abu
Bakar bin ‘Ayyasy → ‘Ubaidillah bin Sa’id → An
Nasa’i
1. ‘Abdillah bin Mas’ud (W. 32
H)
Nama lengkapnya yaitu Abdillah bin Mas’ud bin Ghofil bin Habib bin Syimakh
bin Farr bin Makhrum bin Shahilah bin Kahil bin Harits bin Tamim bin Saad bin
Hadzil bin Huzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar Abu Abdurrahman
Al-Hadzali. Berasal dari Bani Zahroh.[1] Pada masa jahiliyyah, dia
terkenal dengan julukan Abdullah bin Harits bin Zahroh. Masyhurnya dengan nama
Abdillah bin Mas’ud. Nama kauniyahnya adalah Abu Abdurrahman. Sedangkan
laqobnya adalah Ibnu Mas’ud.[2]
Selama hidupnya ia menetap di Madinah.
Ibunya, Ummu ‘Abd binti Wudd bin Sawa juga berasal
dari Bani Hudzail. Keislamannya ketika masih berada di Makkah, dan hijrah pada
tahun 2 H. Beliau menyaksikan dan menjadi penyemangat saat perang badar. Beliau
juga merupakan sahabat dekat Rasul.
Abdillah bin Mas’ud meriwayatkan dari Rasulullah
SAW, Saad bin Mu’adz al-Anshori, Shofwan bin Assal al-Maradi dan Umar
bin Khattab. Sedangkan hadis darinya diriwayatkan oleh ratusan murid,
diantaranya : al-Ahnaf bin Qais, Aswad bin Yazid, Anas bin Malik, Bara’ bin
Najih, Bilad bin ‘Ishmah, Jabir bin Abdullah al-Anshar, Haritsah bin Mudarrab
al-Abdiy, Hujjaj bin Malik al-Aslami, Harits bin Dzuhair al-Kufi, Zirr
bin Hubais al Asadi, Rabi’ bin Husaim, Zadan Abu Umar al-Kindi, Zaid
bin Wahhab al-Juhanny, Saad bin al-Ahram dan lain sebagianya.
Bukhori mengatakan bahwa Abdillah meninggal di
Madinah sebelum Utsman. Abu Nu’aim dan salah satu sahabat lainnya mengatakan
bahwa beliau meninggal di Madinah tahun 32 H. Sedangkan Yahya bin Bakar
mengatakan bahwa beliau meninggal pada tahun 33 H di Kuffah. Sahabat yang lain
menambahkan bahwa beliau berwasiat kepada Zubair bin Awwam untuk
mensholatkannya.[3]
2. Dzirra bin Hubais al Asadi
(W. 81 H)
Nama lengkapnya adalah Dzirr bin Hubaisy bin
Hubasyah bin Aus bin Bilal bin Saad bin Hibal bin Nasr. Kuniyahnya Abu Maryam.
Lebih terkenal dengan nama Dzirr bin hubaisy al Asadi. Nasabnya ada yang
mengatakan dari Asadi ada pula yang mengatakan Al Kufi. Menghabiskan hidupnya
di Dimsyaq dan Kuffah.[4]
Beliau berasal dari Kuffah bani Ghadirah.. Beliau
meninggal tahun 82 H.[5]
Guru guru beliau diantaranya adalah Abu Dzar al
Ghifari, Aisyah Ummul Mukminin, Ubay bin Ka’ab, Abdillah bin Mas’ud,
Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khattab, Hudzaifah bin Yaman,
Abbas bin Abdul Muthallib, Abdullah bin Umar. Sedangkan murid muridnya
diantaranya Ibrahim an Nakha’i, ismail bin Abi Khalid, ‘Amir as Sya’bi, Hubaib
bin Abi Tsabit, Thalhah, Abdurrahman bin Mazruq ad Dimsyaqi, Ubadah bin Abi
Lubabah, Utsman bin Jahm, ‘Ashim bin Bahdalah, Isa bin Ashim al
Asadi.
Ishaq bin Mansur mengatakan dari Yahya bin Mu’in bahwa beliau merupakan
orang yang kredibilatasnya tsiqah.[6]
3. ‘Ashim
‘Ashim bin Bahdalah
merupakan anak dari Abi Nujud Abu Bakar Asadi . Bernasab al-Kufi al-Maqry.
Bukhori mengatakan bahwa telah mengabarkan Ahmad bin Sulaiman dari Ismail bin
Makhlud, dia berkata : ‘Ashim bin Abi Nujud meninggal pada tahun 128 H. [7]
Umar bin Ali berkata bahwa
nama ‘Ashim bin Bahdalah sesuai dengan nama ibunya. Bahdalah. Beliau lebih
akrab disapa ‘Ashim bin Abi Nujud al-Asadi. Laqobnya Ibnu Abi Nujud dan
kuniyahnya Abu Bakr. Beliau tinggal di Kuffah dan Bashrah.[8]
Diantaranya yang merupakan
guru-guu beliau adalah Aswad bin Hilal, Harts bin Hasan al-Bakri, Humaid
al-Thawil, Abi Shalih al-Saman, Dzirr bin Hubais al-Asadi, Abi
Wa’il Syaqiq bin Salamah, Abi Abdurrahman Abdullah bin Habb al-Salami, Ikrimah
Maula Ibnu Abbas, Ma’mur bin Suwaid, Abi Budah bin Abi Musa al-Asy’ari.
Sedangkan murid-muridnya
adalah Muawiyah, Said bin Abi arubah, Sufyan al-Tsaury, Sufyan bin Uyainah, Abu
Mandzur bin Sulaiman al-Qarai, Abu Walid Salam bin Sulaiman al-Khurasani,
Syu’bah bin Hajjaj, Abu Bakar bin ‘Ayyasy, Syaiban bin
Abdurrahman, Shalih bin Musa al-Thalhi, Abdullah bin Basyar al-Raqi, Abdul
Malik bin Walid bin Ma’dan Al-Dlaba’i al-Bashry, Abu Ayyub Abdullah bin Ali
al-Ifriqi, Abdurrhaman bin Abdullah al-Mas’udi.
Ahmad bin Abdullah
menjelaskan bahwa ‘Ashim merupakan seorang yang dekat dengan Al-Qur’an dan
sunnah, sehingga ketsiqahannya tidak diragukan lagi. Begitu juga dengan Ya’qub
bin Sufyan, Ibnu Saad, Abdullah bin Ahmad dan Ibnu Mu’in yang mengatakan
demikian.[9]
Ahmad bin Shalih al-Mishry
mengatakan bahwa beliau meninggal tidak lama setelah Abi Hasin. Menurut Abu
Bakr bin Abi Aswad Abi Hasin sendiri meninggal jangka waktunya tidak lama
setelah Abi Ishaq, yaitu tahun 127 H. Sedangkan Abu Abdul Qasim bin Salam,
Ismail bin Mujalid bin Said dan Muhammad bin Saad mengatakan ‘Ashim meninggal
pada tahun 128 H. [10]
4. Abu Bakar bin ‘Ayyays
Abu Bakar bin ‘Ayyasy
al-Asadi al-Kufi al-Hadzat al-Maqrai, itulah nama lengkapnya. Lebih masyhur
dengan julukan Abu Bakar bin ‘Ayyasy al-Asadi. Meninggal pada bulan Jumadil
Awwal tahun 193 H.[11]
Beliau meriwayatkan hadis
dari Sufyan At-Tamar, Sulaiman at-Taimy, al-Ajlah bin Abdullah al-Kindi, ‘Ashim
bin Bahdalah, Syuaib bin Syuaib, Sulaiman al-A’ma-sy, Ismail bin Abi
Khalid, Habib bin Abi Tsabit, Husain bi
Abdurrahman as-Salmi dan masih banyak lagi.
Untuk murid-murid beliau
diantaranya Tsabit bin Muhammad as-Syaibani, Khalid bin Yazid al-Kahili, Hasan
bin Hamad Sajaadah, Basyr bin Harits
al-Hafi, Ubaidillah bin Sa’id, Ahmad bin Muhammad bin Abu shahib al-Maghazi, Ahmad
bin Abdul Jabbar al-‘Atharidi, Ahmad bin Abdullah Waraaq Abu Nu’aim, Ahmad bin
Hanbal, Ahmad bin Abdullah bin Yunus, Ahmad bin Bidzail al-Yamani.
Para Ulama menilai Abu
Bakar sebagai seorang yang tsiqah. Abu Isa at-Tirmidzi dan Muhammad bin Hujjaj
mengatakan bahwa beliau meninggal pada tahun 192. Sedangkan Abdullah bin Ahmad
bin Hanbal mengatakan bahwa beliau meninggal tahun 193 H. Semasa hidupmya
beliau menetap di Kuffah. [12]
5. ‘Ubaidillah bin Sa’id (W. 241
H)
Nama lengkapnya adalah
‘Ubaidillah bin Sa’id bin Yahya bin Bard. Terkenal dengan nama ‘Ubaidillah bin
Sa’id al-Yasykuri. Nama kauniyahnya adalah Abu Qudamah. Nasabnya pada Yasykuri,
al-Syarkhasi. Tinggal di Sarkhas. Meninggal pada tahun 241 H.[13]
Abu Hatim mengatakan bahwa
beliau orang yang tsiqah. Ahmad juga memberi penilaian bahwa ‘Ubaidillah
merupakan salah satu orang yang berpegang teguh pada Ahlus sunnah. [14]
Guru guru beliau
diantaranya Muhammad bin Bakr al-Barsani, Mu’adz bin Hisyam, Yazid bin Harun,
Wahab bin Jarir bin Hazim, Abu Bakr bin ‘Ayyasy, Abdullah bin
Numair, Abdurrahman bin Mahdy, Waki’, Walid bin Muslim, Abi Nu’amn al-Hakim bin
Abdullah, Abdullah bin Yazid al-Maqry, ‘Affan.
Sedangkan murid muridnya
adalah Bukhori, Muslim, An-Nasa’i, Abu Zar’ah, Abdullah bin
Muhammad bin Syairubah, Abu Hatim, Mu’adz bin hisyam, Nadr bin Syamil, Ahmad
bin Mansyur az-Zaj, Ibrahim bin Abi Thalib, Husain bin Muhammad bin Ziyad al
Qbani, Abu al-Abbas al-Maasarjisi, dan lain lain. [15]
Penilain beberapa ulama
yang mengatakan beliau tsiqah adalah An-Nasa’i, Abu Dawud, Abu Ahtim dan
Ibrahim bin Abi Thalib.[16]
Beliau perjalanan mencari
ilmunya jauh dan memilki pengetahuan yang luas.[17]
6. An-Nasa’i
Nama An-Nasa’i dinisbatkan
pada tempat tinggalnya yaitu, Nasa’. Nama aslinya Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin
Sinan bin Bahr bin Dinar. Beliau merupakan mukhorrij yang ulung dengan mengklarifikasikan
kitab hadisnya secara terpisah antara yang shahih, marfu’, hasan bahkan dlaif.
Beliau memiliki kitab Sunan Al-Kubra yang kemudian direvisi menjadi kitab
al-Mujtaba atau yang lebih dikenal dengan Sunan An-Nasa’i. Wafat pada hari
Senin, tanggal 13 Shafar tahun 303 H
(915 M) di Ramlah dan dimakamkan di antara Shafa dan Marwa, tepatnya di Makkah
di usia 85 tahun.18
Kesimpulan
Setelah kita mengkaji dan meneliti, dapat
dikatakan bahwa jalur sanad yang dimilk hadis i i adalah shahih. Semua syarat keshahihan sanad telah dapat
terpenuhi. Syarat-syarat keshahihan sanad ialah ketersambungan sanad (ittishal
al-sanad), para perawinya kredibel (tsiqqahu al-ruwah),
intelektualitas perawi (dhabtu al-ruwah). Semua rijal yang terlibat
dalam periwayatan terbukti memiliki relasi sebagai guru-murid. Kredibilitas
maupun intelektualitas mereka juga tidak perlu dilakukan lagi. Tidak ada
seorang perawi pun yang berstatus dhaif. Tidak ada cela ('illat) pada
para rijal tersebut.
.
[1] Abu Umar Yusuf bin Muhammad bin Abdul Barr
at-Tamari al-Qurubi, Al-Isti’ab fi Ma’’rifatil Shahabat (Beirut, Darul
Fikr: 1994), Juz 3, hlm. 110
[5] Abu Hatim al-Basani Muhammad bin Hibban
binAhmad bin Hibban bin Mu’adz bin Mu’abbad, Tsiqah Ibnu Hibban,
(Beirut, Darul Fikr: 1975), Juz 2, hlm. 477
[7] Ibnu Abi Hatim Ar-Razi, at-Ta’dil a al-Tarjih,
(Beirut, Darul Kutub al-alamiyyah), Juz 1, hlm. 477.
[9] Abu Fadlil Ahmad bin Ali bin Muhammad
al-Kunanial-Asqalani, Tahdzibat-Tahdzib, (Beirut, Darul MA’rifah:1996),
Juz 3, hlm. 90
[11] Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin
Qaimaz adz-Dzahabi, al-Kasysyif fi Ma’rifati min lahu riwayah kitabi sanah,
(Beirut, Darul Kutub al-Alamiyyah: 1983), Juz 3, hlm. 277.
[16] Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin
Qaimaz adz-Dzahabi, Sirr A;lamu an-Nubula, (Beirut, Darul Fikr: 1997),
Juz 9, hlm. 578.
[17] Abul Husain Muhammad bin Abi Ya’la, Thabaqatul
Hanabilah, (Beirut, Darul Kutub al-Alamiyyah: 1997), Juz 1, hlm. 190.
18 Syamsuddin Muhammad ibn Abu Bakr, Wafayatul
A’yan wa Anba’u Abna’i Zaman, (Beirut: Dar Ihya’, 1997), juz 1, hlm. 46.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar