Sabtu, 28 Oktober 2017

Ilmu Rijalul Hadis

Contoh Penelitian Rijalul Hadis
Hadis An-Nasa’i No. 771

أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنِ عَيَّاشٍ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ زِرٍّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ  : " لَعَلَّكُمْ سَتُدْرِكُونَ أَقْوَامًا يُصَلُّونَ الصَّلاةَ لِغَيْرِ وَقْتِهَا، فَإِذَا أَدْرَكْتُمُوهُمْ فَصَلَّوَا الصَّلاةَ لِوَقْتِهَا، وَصَلَّوْا مَعَهُمْ وَاجْعَلُوهَا سُبْحَةً "
Artinya :
Telah mengkabarkan kepada kami 'Ubaidullah bin Sa'id dia berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin 'Ayyasy dari 'Ashim dari Zirr dari Abdullah dia berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda, "Mungkin kalian akan menjumpai suatu kaum yang mengerjakan shalat tidak pada waktunya. Jika kalian mendapati mereka, maka shalatlah pada waktunya, kemudian ikutlah shalat bersama mereka dan jadikanlah itu sebagai shalat sunnah."
Dalam ilmu hadits, yang perlu diteliti pertama kalinya adalah sanad dari suatu hadits. Jika sanadnya shahih, maka matanya bisa diteliti. Namun, bila sanad hadits dinyatakan tidak shahih, maka tidak perlu meneliti matannya tersebut secara mendalam. Berikut ini penjelasan sedikit mengenai identitas perawi dari hadits diatas.
            Untuk jalur periwayatannya adalah Nabi Muhammad SAW Abdillah Dzirri ‘Ashim Abu Bakar bin ‘Ayyasy ‘Ubaidillah bin Sa’id An Nasa’i 
1.      ‘Abdillah bin Mas’ud (W. 32 H)
Nama lengkapnya yaitu Abdillah bin Mas’ud bin Ghofil bin Habib bin Syimakh bin Farr bin Makhrum bin Shahilah bin Kahil bin Harits bin Tamim bin Saad bin Hadzil bin Huzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar Abu Abdurrahman Al-Hadzali. Berasal dari Bani Zahroh.[1] Pada masa jahiliyyah, dia terkenal dengan julukan Abdullah bin Harits bin Zahroh. Masyhurnya dengan nama Abdillah bin Mas’ud. Nama kauniyahnya adalah Abu Abdurrahman. Sedangkan laqobnya adalah Ibnu Mas’ud.[2]
Selama hidupnya ia menetap di Madinah.
Ibunya, Ummu ‘Abd binti Wudd bin Sawa juga berasal dari Bani Hudzail. Keislamannya ketika masih berada di Makkah, dan hijrah pada tahun 2 H. Beliau menyaksikan dan menjadi penyemangat saat perang badar. Beliau juga merupakan sahabat dekat Rasul.
Abdillah bin Mas’ud meriwayatkan dari Rasulullah SAW, Saad bin Mu’adz al-Anshori, Shofwan bin Assal al-Maradi dan Umar bin Khattab. Sedangkan hadis darinya diriwayatkan oleh ratusan murid, diantaranya : al-Ahnaf bin Qais, Aswad bin Yazid, Anas bin Malik, Bara’ bin Najih, Bilad bin ‘Ishmah, Jabir bin Abdullah al-Anshar, Haritsah bin Mudarrab al-Abdiy, Hujjaj bin Malik al-Aslami, Harits bin Dzuhair al-Kufi, Zirr bin Hubais al Asadi, Rabi’ bin Husaim, Zadan Abu Umar al-Kindi, Zaid bin Wahhab al-Juhanny, Saad bin al-Ahram dan lain sebagianya.
Bukhori mengatakan bahwa Abdillah meninggal di Madinah sebelum Utsman. Abu Nu’aim dan salah satu sahabat lainnya mengatakan bahwa beliau meninggal di Madinah tahun 32 H. Sedangkan Yahya bin Bakar mengatakan bahwa beliau meninggal pada tahun 33 H di Kuffah. Sahabat yang lain menambahkan bahwa beliau berwasiat kepada Zubair bin Awwam untuk mensholatkannya.[3]
2.      Dzirra bin Hubais al Asadi (W. 81 H)
Nama lengkapnya adalah Dzirr bin Hubaisy bin Hubasyah bin Aus bin Bilal bin Saad bin Hibal bin Nasr. Kuniyahnya Abu Maryam. Lebih terkenal dengan nama Dzirr bin hubaisy al Asadi. Nasabnya ada yang mengatakan dari Asadi ada pula yang mengatakan Al Kufi. Menghabiskan hidupnya di Dimsyaq dan Kuffah.[4]
Beliau berasal dari Kuffah bani Ghadirah.. Beliau meninggal tahun 82 H.[5]
Guru guru beliau diantaranya adalah Abu Dzar al Ghifari, Aisyah Ummul Mukminin, Ubay bin Ka’ab, Abdillah bin Mas’ud, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khattab, Hudzaifah bin Yaman, Abbas bin Abdul Muthallib, Abdullah bin Umar. Sedangkan murid muridnya diantaranya Ibrahim an Nakha’i, ismail bin Abi Khalid, ‘Amir as Sya’bi, Hubaib bin Abi Tsabit, Thalhah, Abdurrahman bin Mazruq ad Dimsyaqi, Ubadah bin Abi Lubabah, Utsman bin Jahm, ‘Ashim bin Bahdalah, Isa bin Ashim al Asadi.
Ishaq bin Mansur mengatakan dari Yahya bin Mu’in bahwa beliau merupakan orang yang kredibilatasnya tsiqah.[6]
3.      ‘Ashim
‘Ashim bin Bahdalah merupakan anak dari Abi Nujud Abu Bakar Asadi . Bernasab al-Kufi al-Maqry. Bukhori mengatakan bahwa telah mengabarkan Ahmad bin Sulaiman dari Ismail bin Makhlud, dia berkata : ‘Ashim bin Abi Nujud meninggal pada tahun 128 H. [7]
Umar bin Ali berkata bahwa nama ‘Ashim bin Bahdalah sesuai dengan nama ibunya. Bahdalah. Beliau lebih akrab disapa ‘Ashim bin Abi Nujud al-Asadi. Laqobnya Ibnu Abi Nujud dan kuniyahnya Abu Bakr. Beliau tinggal di Kuffah dan Bashrah.[8]
Diantaranya yang merupakan guru-guu beliau adalah Aswad bin Hilal, Harts bin Hasan al-Bakri, Humaid al-Thawil, Abi Shalih al-Saman, Dzirr bin Hubais al-Asadi, Abi Wa’il Syaqiq bin Salamah, Abi Abdurrahman Abdullah bin Habb al-Salami, Ikrimah Maula Ibnu Abbas, Ma’mur bin Suwaid, Abi Budah bin Abi Musa al-Asy’ari.
Sedangkan murid-muridnya adalah Muawiyah, Said bin Abi arubah, Sufyan al-Tsaury, Sufyan bin Uyainah, Abu Mandzur bin Sulaiman al-Qarai, Abu Walid Salam bin Sulaiman al-Khurasani, Syu’bah bin Hajjaj, Abu Bakar bin ‘Ayyasy, Syaiban bin Abdurrahman, Shalih bin Musa al-Thalhi, Abdullah bin Basyar al-Raqi, Abdul Malik bin Walid bin Ma’dan Al-Dlaba’i al-Bashry, Abu Ayyub Abdullah bin Ali al-Ifriqi, Abdurrhaman bin Abdullah al-Mas’udi.
Ahmad bin Abdullah menjelaskan bahwa ‘Ashim merupakan seorang yang dekat dengan Al-Qur’an dan sunnah, sehingga ketsiqahannya tidak diragukan lagi. Begitu juga dengan Ya’qub bin Sufyan, Ibnu Saad, Abdullah bin Ahmad dan Ibnu Mu’in yang mengatakan demikian.[9]
Ahmad bin Shalih al-Mishry mengatakan bahwa beliau meninggal tidak lama setelah Abi Hasin. Menurut Abu Bakr bin Abi Aswad Abi Hasin sendiri meninggal jangka waktunya tidak lama setelah Abi Ishaq, yaitu tahun 127 H. Sedangkan Abu Abdul Qasim bin Salam, Ismail bin Mujalid bin Said dan Muhammad bin Saad mengatakan ‘Ashim meninggal pada tahun 128 H. [10]
4.      Abu Bakar bin ‘Ayyays
Abu Bakar bin ‘Ayyasy al-Asadi al-Kufi al-Hadzat al-Maqrai, itulah nama lengkapnya. Lebih masyhur dengan julukan Abu Bakar bin ‘Ayyasy al-Asadi. Meninggal pada bulan Jumadil Awwal tahun 193 H.[11]
Beliau meriwayatkan hadis dari Sufyan At-Tamar, Sulaiman at-Taimy, al-Ajlah bin Abdullah al-Kindi, ‘Ashim bin Bahdalah, Syuaib bin Syuaib, Sulaiman al-A’ma-sy, Ismail bin Abi Khalid, Habib bin Abi Tsabit, Husain bi  Abdurrahman as-Salmi dan masih banyak lagi.
Untuk murid-murid beliau diantaranya Tsabit bin Muhammad as-Syaibani, Khalid bin Yazid al-Kahili, Hasan bin Hamad  Sajaadah, Basyr bin Harits al-Hafi, Ubaidillah bin Sa’id, Ahmad  bin Muhammad bin Abu shahib al-Maghazi, Ahmad bin Abdul Jabbar al-‘Atharidi, Ahmad bin Abdullah Waraaq Abu Nu’aim, Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Abdullah bin Yunus, Ahmad bin Bidzail al-Yamani.
Para Ulama menilai Abu Bakar sebagai seorang yang tsiqah. Abu Isa at-Tirmidzi dan Muhammad bin Hujjaj mengatakan bahwa beliau meninggal pada tahun 192. Sedangkan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa beliau meninggal tahun 193 H. Semasa hidupmya beliau menetap di Kuffah. [12]
5.      ‘Ubaidillah bin Sa’id (W. 241 H)
Nama lengkapnya adalah ‘Ubaidillah bin Sa’id bin Yahya bin Bard. Terkenal dengan nama ‘Ubaidillah bin Sa’id al-Yasykuri. Nama kauniyahnya adalah Abu Qudamah. Nasabnya pada Yasykuri, al-Syarkhasi. Tinggal di Sarkhas. Meninggal pada tahun 241 H.[13]
Abu Hatim mengatakan bahwa beliau orang yang tsiqah. Ahmad juga memberi penilaian bahwa ‘Ubaidillah merupakan salah satu orang yang berpegang teguh pada Ahlus sunnah. [14]
Guru guru beliau diantaranya Muhammad bin Bakr al-Barsani, Mu’adz bin Hisyam, Yazid bin Harun, Wahab bin Jarir bin Hazim, Abu Bakr bin ‘Ayyasy, Abdullah bin Numair, Abdurrahman bin Mahdy, Waki’, Walid bin Muslim, Abi Nu’amn al-Hakim bin Abdullah, Abdullah bin Yazid al-Maqry, ‘Affan.
Sedangkan murid muridnya adalah Bukhori, Muslim, An-Nasa’i, Abu Zar’ah, Abdullah bin Muhammad bin Syairubah, Abu Hatim, Mu’adz bin hisyam, Nadr bin Syamil, Ahmad bin Mansyur az-Zaj, Ibrahim bin Abi Thalib, Husain bin Muhammad bin Ziyad al Qbani, Abu al-Abbas al-Maasarjisi, dan lain lain. [15]
Penilain beberapa ulama yang mengatakan beliau tsiqah adalah An-Nasa’i, Abu Dawud, Abu Ahtim dan Ibrahim bin Abi Thalib.[16]
Beliau perjalanan mencari ilmunya jauh dan memilki pengetahuan yang luas.[17]
6.      An-Nasa’i
Nama An-Nasa’i dinisbatkan pada tempat tinggalnya yaitu, Nasa’. Nama aslinya Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr bin Dinar. Beliau merupakan mukhorrij yang ulung dengan mengklarifikasikan kitab hadisnya secara terpisah antara yang shahih, marfu’, hasan bahkan dlaif. Beliau memiliki kitab Sunan Al-Kubra yang kemudian direvisi menjadi kitab al-Mujtaba atau yang lebih dikenal dengan Sunan An-Nasa’i. Wafat pada hari Senin, tanggal 13 Shafar tahun 303  H (915 M) di Ramlah dan dimakamkan di antara Shafa dan Marwa, tepatnya di Makkah di usia 85 tahun.18
Kesimpulan
Setelah kita mengkaji dan meneliti, dapat dikatakan bahwa jalur sanad yang dimilk hadis i i adalah shahih. Semua syarat keshahihan sanad telah dapat terpenuhi. Syarat-syarat keshahihan sanad ialah ketersambungan sanad (ittishal al-sanad), para perawinya kredibel (tsiqqahu al-ruwah), intelektualitas perawi (dhabtu al-ruwah). Semua rijal yang terlibat dalam periwayatan terbukti memiliki relasi sebagai guru-murid. Kredibilitas maupun intelektualitas mereka juga tidak perlu dilakukan lagi. Tidak ada seorang perawi pun yang berstatus dhaif. Tidak ada cela ('illat) pada para rijal tersebut.
.



[1] Abu Umar Yusuf bin Muhammad bin Abdul Barr at-Tamari al-Qurubi, Al-Isti’ab fi Ma’’rifatil Shahabat (Beirut, Darul Fikr: 1994), Juz 3, hlm. 110
[2] al-Hafidz al-Mazi, Tahdzibul Kamal, (Beirut, Darul Fikr:1994), Juz 10, hlm. 532-535
[3] Ibid
[4] Ibid
[5]  Abu Hatim al-Basani Muhammad bin Hibban binAhmad bin Hibban bin Mu’adz bin Mu’abbad, Tsiqah Ibnu Hibban, (Beirut, Darul Fikr: 1975), Juz 2, hlm. 477
[6] Ibid
[7] Ibnu Abi Hatim Ar-Razi, at-Ta’dil a al-Tarjih, (Beirut, Darul Kutub al-alamiyyah), Juz 1, hlm. 477.
[8] Ibid
[9] Abu Fadlil Ahmad bin Ali bin Muhammad al-Kunanial-Asqalani, Tahdzibat-Tahdzib, (Beirut, Darul MA’rifah:1996), Juz 3, hlm. 90
[10] Ibid, Juz 9, hlm. 289-290
[11] Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz adz-Dzahabi, al-Kasysyif fi Ma’rifati min lahu riwayah kitabi sanah, (Beirut, Darul Kutub al-Alamiyyah: 1983), Juz 3, hlm. 277.
[12] Ibid
[13] Ibid
[14] Ibid, Juz 4, hlm. 67
[15] Ibid, Juz 8, hlm. 406.
[16] Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz adz-Dzahabi, Sirr A;lamu an-Nubula, (Beirut, Darul Fikr: 1997), Juz 9, hlm. 578.
[17] Abul Husain Muhammad bin Abi Ya’la, Thabaqatul Hanabilah, (Beirut, Darul Kutub al-Alamiyyah: 1997), Juz 1, hlm. 190.
18 Syamsuddin Muhammad ibn Abu Bakr, Wafayatul A’yan wa Anba’u Abna’i Zaman, (Beirut: Dar Ihya’, 1997), juz 1, hlm. 46.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar