PENDAHULUAN
Akhir-Akhir
ini, banyak penelitian tentang Multi Level Marketing (MLM) yang terjadi
di Indonesia. Baik masalah tata cara melakukannya, akad maupun hukum yang
dipakai didalamnya apakah sudah sesuai dengan syariat Islam atau belum. Multi
Level Marketing (MLM) sendiri merupakan sistem pemasaran berbentuk piramida
(berjenjang).
Banyak orang berpandangan bahwa
melakukan kegiatan atau bisnis Multi Level Marketing (MLM) merupakan
suatu larangan. Karena hanya menguntungkan salah satu pihak saja, juga
mengandung madharat-madharat yang lain. Hal ini dibuktikan oleh beberapa
orang yang telah bergabung dengan bisnis
tersebut merasa terjadi adanya gharar (tipuan), dlarar (kerugian), jahalah (ketidakjelasan).
Namun, isu yang jarang sekali
dibahas adalah Multi Level Marketing (MLM) dalam Islam yang sebenarnya
boleh dilakukan. Asalkan sesuai dengan syariat fiqh yang telah ditentukan dalam
agama Islam itu sendiri. Akad yang biasa diperbolehkan dan biasa digunakan
dalam MLM adalah akad ba’i (jual beli), samsarah (makelar) dan ju’alah (pengupahan).
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian MLM
Diera modern
di tengah peliknya orang mencari nafkah, banyak tawaran dan pilihan untuk
melakukan bisnis dan beriwirausaha. Belakangan ini muncul salah satu usaha baru
yang kita kenal denga istilah Multi Level Marketing (MLM). Orang Arab
menyebut MLM Attaswiqul Hirami yang bermakna perdagangan dengan sistem
piramida. Sedang masyarakat Irak menyebutnya Bazaryabi Syabake’i yang
berarti perdagangan dengan sistem jaringan. Istilah yang digunakan dalam
muamalah ialah bisnis atau transaksi
dengan cara merekrut anggota sebanyak-banyaknya. Ciri utama dalam bisnis MLM
adalah; pertama, merekrut anggota. Kedua, anggota-anggota tersebut dibentuk
sedemikian rupa hingga membentuk piramida. Sekalipun masih ada beberapa cara
dengan menjual barang atau menjual jasa tertentu. Ada juga yang hanya menjual
sebuah buku, yang dikenal dengan money game (permainan uang).
Harian Kompas memberitakan bahwa Multi
Level Marketing (MLM) yaitu entitas ekonomi yang mendorong penciptaan
tenaga keja baru. Sedang menurut wikipedia bahasa indonesia Multi Level
Marketing (MLM) adalah strategi pemasaran dimana tenaga penjual (sales)
tidak hanya mendapatkan kompensasi atas penjualan yang mereka hasilkan, tetapi
juga atas hasil penjualan sales lain yang mereka rekrut.
Yang perlu
ditekankan disini adalah Multi Level Marketing (MLM) berbeda dengan
e-shooping, e-commerce atau dengan sistem belanja online lainnya. Jejaring MLM
juga berbeda dengan jejaring pemasaran lainnya, yakni antara produsen, distributor,
agen dan pelanggan. Multi Level Marketing (MLM) lebih mengedepankan
member, tanpa melalui agen dan distributor, sehingga jaminan produsen kepada
pelanggan juga masih dipertanyakan.
2.2 Perkembangan MLM di Indonesia
Seiring dengan
berjalannya waktu, perusahaan MLM semakin berkembang pesat dengan memasarkan
berbagai jenis dan macam produk. Amway merupakan salah satu perusahaan pertama
yang memasarkan produknya dengan sistem jaringan, hingga saat ini masih menjadi
perusahaan yang besar dan telah beroperasi beberapa puluh tahun lamanya
diberbagai negara termasuk masuk ke Indonesia pada tahun 1998.[1]
Di Indonesia Multi Level Marketing (MLM) yang pertama adalah perusahaan CNI. Perusahaan ini berdiri di
Bandung dengan nama PT. Nusantara Sun Chorella Tama yang pada akhirnya berubah
menjadi PT. Centranusa Insan Cemerlang atau kadang-kadang disebut juga dengan
Creative Network Internasional. PT CNI kemudian pindah ke Jakarta dan membuka cabang
di Hongkong, Malaysia serta Amerika. Di Hongkong PT CNI, bersiap-siap
mengembangkan kedataran China yang penduduknya sekitar satu milyar lebih.
Sedangkan di Malaysia CNI persaing ketat dengan beberapa perusahaan yang
sejenis. CNI juga melebarkan sayap ke Amerika yang dinilai sungguh berani,
karena Amerika merupakan negara asal MLM.[2]
Indonesia yang
berpenduduk 200 juta lebih jiwa merupakan lahan yang subur untuk mengembangkan
bisnis MLM. Banyak pengusaha yang ingin mendirikan MLM di Indonesia, terutama pengusaha dari Malaysia. Para pebisnis MLM harus bergabung dalam satu wadah yang namanya Asosiasi
Penjualan Langsung Indonesia (APLI). Sebagai organisasi yang berdiri
dan bekerja atas kesepakatan bersama diantara para anggotanya, APLI merumuskan
kode etik yang mengatur para anggotanya agar tidak terjadi persaingan yang
tidak sehat, sekaligus kerjasama untuk memecahkan persoalan bersama.
Keanggotaannya ini bersifat bebas, artinya setiap MLM boleh bergabung
atau tidak dengan organisasi ini. Untuk Indonesia yang menjadi pelopor
bergabung menjadi anggota APLI adalah PT Centranusa Insan Cemerlang (CNI).
Beberapa MLM asing mulai
berdatangan ke Indonesia seperti Tianshi dari China, K-Link dari Malaysia,
Avail dari China dan sebagainya. Saat ini pelaku bisnis MLM telah mencapai kisaran 5-6 juta jiwa. Mereka bergabung
kedalam bisnis MLM baik lokal maupun asing. Keberadaannya sangat
beragam baik dari sisi produk, sistem ijin usaha, dan keanggotaannya pada
Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia. Hingga bulan April 2011 yang menjadi
anggota APLI tercatat 67 perusahaan.
Tidak sedikit
orang yang mengatasnamakan bisnis jaringan untuk menggerakkan perusahaan
pribadinya, bahkan hanya untuk mengeruk keuntungannya. Banyak orang Indonesia
yang tertipu dengan iming-iming yang sifatnya menggiurkan. Hal inilah salah
satu penyebab jaringan MLM di Indonesia dipandang negatif. Meskipun demikian,
ada sebagian masyarakat yang pandai mempengaruhi orang lain dengan menjelaskan
bahwa MLM tidak ada unsur keharaman atau bahkan menguntungkan.
Menurut MUI,
kategori MLM yang ada di Indonesia ada 2, yakni:
a.
Konvensional
Untuk
konvensional sudah diverifikasi. Lebih tepatnya telah masuk menjadi anggota
APPLI seperti yang sudah dijelaskan tadi.
b.
Syariah
Suatu
perusahaan MLM dapat dikatakan syariah atau ingin mendapatkan sertivikat
syariah harus meemnuhi beberapa persyaratan
yang cukup ketat. Harus lulus dan mengajukan ke DSN.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
Ø Tabadul
al-manafi’ (tukar menukar barang yang bernilai manfaat)
Ø ‘An Taradlin
(kerelaan dari kedua pihak yang bertransaksi dengan tidak ada paksaan)
Ø ‘Adamu
al-gharar (tidak berspekulasi yang tidak jelas / tidak transparan)
Ø ‘Adamu Maysyir
(tidak ada untung-untungan atau judi seperti ba’i al-hashat yi: melempar barang
dengan batu kerikil dan yang terkena leparan itu harus dibeli, atau seperti
membeli tanah seluas lemparan kerikil dengan harga yang telah disepakati, dan
ba’i al-lams yi: barang yang sudah disentuh harus dibeli)
Ø ‘Adamu Riba
(tidak ada sistem bunga-berbunga)
Ø ‘Adamu
al-gasysy (tidak ada tipu muslihat), seperti al-tathtif (curang dalam menimbang
atau menakar)
Ø ‘Adamu
an-najasy (tidak melakukan najasy yaitu menawar barang hanya untuk mempengaruhi
calon pembeli lain sehingga harganya menjadi tinggi)
Ø Ta’awun ‘ala
birri wa taqwa (tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa)
Ø Musyarakah
(kerja sama)
Sekitar 5,5 juta penduduk Indonesia kini
sedang aktif menjalankan bisnis MLM dan sedikitnya 250 produk maupun jasa ikut
menggunkan sisitem pemasaran jaringan tersebut. Seiring pertumbuhan itulah
bisnis pemasarang jaringan akan terus berkembang dan ini mengindikasikan bahwa bisnis
pemasaran jaringan tidak pernah akan habis.
2.3 Sistem MLM
Seperti yang telah di paparkan di atas, bisnis
MLM sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Bisnis ini terus berkembang
sesuai dengan pekembangan zaman. Di Indonesia sendiri, terdapat banyak sekali
perusahaan MLM yang bersaing demi mendapatkan apa yang menjadi target mereka
dalam berbisnis. Tentunya, hal ini membutuhkan sistem yang yang dianggap mampu
untuk menarik masyarakat agar mereka mau bergabung dengan bisnis ini. Adapun
sitem yang paling “masyhur” yang terdapat di Indonesia, antara lain:
1.
Sistem Binary Plan
Sistem
Binary Plan ini mengutamakan
pengembangan jaringan hanya dua leg saja serta keseimbangan jaringan. Semakin
seimbang jaringan dan omset bisnis ini. Maka, semakin besar pula bonus yang
akan diterima. Namun, jika tidak seimbang maka bonus-bonus tersebut mengalir
deras ke dalam perusahaan. Agar terlihat semakin mudah mendapatkan uang,
mitra-mitra dari perusahaan seperti ini menerapkan aturan mendapatkan uang
sebagai bonus dari perekrutan mitra yang mereka ajak. Ini sama halnya dengan
trafficking akan tetapi caranya lebih halus. Biasanya, sistem ini memberikan
bonus besar pada awal karir saja, sebagai iming-iming bahwa menjalankan MLM
dengan sistem ini sangatlah mudah. Kenyataannya, sistem ini menciptakan
kesimpulan bahwa yang mendapat untung hanyalah mereka yang join lebih awal.
Maka dari itu, sistem ini tidak pernah mendapatkan sertifikasi syari’ah bagi
sistemnya.
Perusahaan
yang menggunakan sistem ini biasanya hanya dapat bertahan kurang dari sepuluh
tahun, bahkan kurang dari lima tahun saja.
2.
Sistem matrix
Sitem
Matrix ini, pengembangan jaringannya menggunakan konsep tiga frontline saja dan
begitu pula selanjutnya ke bawah. Jenis sistem ini muncul untuk mengakali
sistem binary yang di anggap money game. Namun, sistem ini biasanya bernasib
sama seperti sistem yang ada di atas, hanya bertahan beberapa tahun saja.
3.
Sistem Break Away
Sistem
ini, pengembangan jaringannya mengutamakan kelebaran. Semakin banyak jumlah
frontline semakin banyak pula binus yang akan diterima. Sistem ini memungkinkan
downline untuk melebihi uplinenya. Bonus yang didapatkan biasanya kecil di
awal, namun besar di perngkat atas. Dikarenakan, bonus member di awal karirnya
kecil, maka biasanya perusahaan ini menggunakan iming-iming bonus dengan cara
perekrutan.
2.4 Pandangan Islam terhadap MLM
MLM merupakan salah satu sistem
pemasaran yang mana metode pengaplikasiannya langsung kepada konsumen tanpa
adanya perantara dari pihak lain. Islam telah mengatur tata cara jual beli
sesuai dengan syariat yang telah di tentukan. Hukum asal dari MLM adalah mubah
karena pada dasarnya, MLM merupakan suatu sistem yang masuk dalam kategori mu’amalah,
dan mu’amalah sendiri diperbolehkan dalam syari’at Islam. Hal ini mengacu pada
keumuman firman Allah SWT :
وَأَحَلَّ اللَّه
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا
Artinya:
“Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (Q.S. Al-Baqoroh: 195)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ
وَلَا الْقَلَائِدَ وَلَا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّن
رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۚ وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا
ۚ
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
أَن تَعْتَدُوا ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ
وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى
الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ
الْعِقَابِ
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan
jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)
binatang-binatang had-nya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia
dan keridhaan dari Tuhannya. Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka
bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum
karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat
aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya siksa Allah SWT
amat berat.” (Q.S. Al-Maidah: 2)
Dalam kaidah ushul fiqh yang berbunyi:
Ketika berbicara tentang hukum
suatu jenis muamalah, kita tidak mungkin lepas dari berbicara mengenai jenis
akadnya. Dalam buku An-Nadzariyyat al-Fiqhiyyah, Dr. Muhammad Al-Zuhaily (Dekan
fakultas Syari’ah Damascus University) menyatakan bahwa dalam akad, ada
syarat-syarat umum yang berlaku bagi semua akad, dan ada pula syarat-syarat
tertentu yang berlakunya adalah bagi akad tertentu saja, dan tidak bagi yang
lainnya.
Bila dilihat dari sudut pandang fikih, ada tiga jenis akad yang potensial terjadi dalam MLM, yaitu:
Bila dilihat dari sudut pandang fikih, ada tiga jenis akad yang potensial terjadi dalam MLM, yaitu:
1.
Bai’ (jual beli)
Secara bahasa, jual beli berarti pertukaran sesuatu dengan sesuatu.
Secara istilah, menurut madzhab hanafiyah jual beli adalah pertukaran harta
dengan harta menggunakan cara tertentu. Cara yang dimaksud adalah sighot/
ungkapan, ijab dan qobul.[5]
Syarat yang harus diwujudkan dalam
akad ba’i adalah sebagai berikut:
a.
‘Akid
Ditandai dengan akil baligh dan tidak dalam
keadaan tercekal
b.
Akad
Akad itu dianggap berlaku dan berkekuatan hukum, apabila tidak
memiliki khiyar (hak pilih/opsi). Seperti khiyar syarath (hak pilih menetapkan
persyaratan), khiyar ‘aib dan sejenisnya.
c.
Tempat terjadinya akad
d.
Ma’kud ‘alaih
2.
Ju’alah (pengupahan)
Ju’alah identik dengan sayembara. Yakni menawarkan sebuah pekerjaan
yang belum pasti dapat diselesaikan. Secara harfiah, ju’alah bermakna sesuatu
yang dibebankan kepada orang lain untuk dikerjakan, atau perintah yang
dimandatkan kepada seseorang untuk dijalankan.
Syarat:
1.
Orang yang menjanjkan upah atau
hadiah harus orang yang cakap untuk melakukan tindakan hukum, yaitu orangnya
baligh, orangnya berakal dan orangnya cerdas.
2.
Upah atau hadiah yang dijanjikan
harus tediri dari sesuatu yang bernilai harta dan jelas jumlahnya.
3.
Pekerjaan yang diharapkan hasilnya
itu harus mengandung manfaat yang jelas dan boleh pekerjaan itu bisa
dimanfaatkan menurut hokum syara’.
4.
Madzhab Syafi’i dan Maliki
menambahkan syarat, bahwa dalam masalah tertentu ju’alah tidak boleh di bataasi
dengan waktu tertentu , seperti mengembalikan (menemukan) orang yang hilang.
Sedangkan madzhab Hanbali membolehkan pemabatasan waktu.
5.
Madzhab Hanbali menambahkan syarat,
bahwa pekerjaan yang diharapkan hasilnya itu, tidak terlalu berat, meskipun
dapat dilakukan berulang kali seperti mengembalikan binatang ternak yang lepas
dalam jumlah yang banyak.
6.
Akad ju’alah bersifat suka rela.
3.
Samsarah (makelar).
Menurut jumhur ulama, samsarah termasuk jenis akad ijarah. Sehingga
didalamnya berlaku ketentuan-ketentuan akad ijarah dan bersifat mengikat
(luzum) terhadap kedua belah pihak. Maksudnya, salah satu pihak tidak boleh
keluar akad begitu saja, tetapi harus melanjutkan akad tersebut sampai selesai.
Dan untuk sahnya pekerjaan makelar/samsarah harus memenuhi beberapa syarat disamping
persyaratan diatas, antara lain sebagai berikut:[6]
1.
Perjanjian jelas kedua belah pihak.
(An-Nisa: 29)
2.
Obyek akad bisa diketahui
manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan.
3.
Obyek akad bukan hal-hal yang
maksiat atau haram. Distributor dan perusahaan harus jujur, ikhlas, transparan,
tidak menipu dan tidak menjalankan bisnis yang haram dan syubhat.
Realitas yang terjadi di Indonesia,
proses kinerja MLM melenceng dari syari’at agama islam. Sehingga, mayoritas
ulama mengharamkan bisnis ini ditinjau dari dampak yang ditimbulkannya. Adapan
sebab sebab diharamkannya MLM adalah sebagai berikut:
1.
Hukum akad yang terjadi dalam
bisnis ini adalah adanya dua akad dalam satu transaksi, atau yang dikenal
dengan istilah safqatain fi safqah, atau baiatain fi baiah. Akad
yang pertama adalah akad jual beli (bay’). Hal ini terjadi secara berurutan akad
ijarah untuk jasa dan akad syirkah untuk barang. Dibuktikan dengan
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Amr bin Syu’aib:
“Rasulullah SAW. telah melarang dua kesepakatan dalam
satu kesepakatan”.
Hadis yang senada dikemukakan oleh
Ibnu Hibban dalam kitabnya shohih ibn hibban dengan redaksi sebagai
berikut:
“Tidaklah dihalalkan dua kesepakatan dalam
satu akad”
2.
Hukum pemakelaran atas pemakelaran,
atau samsarah ala samsarah. Upline adalah simsar. Baik bagi
pemilik langsung ataupun tidak langsung, yang kemudian memakelari downline di
bawahnya, dan selanjutnya downline dibawahnya menjadi makelar bagi downline
dibawahnya lagi dan seterusnya.
3.
Karena adanya unsur gharar (
tidak adanya kejelasan) yaitu mereka yang terjun didalam bisnis ini hanya
tergiur oleh bonus-bonus yang dijanjikan yang belum tentu benar adanya.
4.
Adanya praktek ghabn fahisy
(penipuan harga) yaitu dinaikannya harga berkali lipat dari harga pada umumnya
yang apabila produk tersebut dijual di pasar tidak akan mencapai harga yang
ditawarkan.
5.
Adanya unsur eksploitasi terhadap
orang lain, karena penjual memanfaatkan kebutuhan pembeli dengan mendapatkan
ssuatu yang diinginkan.
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Diera modern
di tengah peliknya orang mencari nafkah, banyak tawaran dan pilihan untuk
melakukan bisnis dan beriwirausaha. Belakangan ini muncul salah satu usaha baru
yang kita kenal denga istilah Multi Level Marketing (MLM).
Pada dasarnya,
MLM merupakan kategori muamalah yang diperbolehkan asalkan memenuhi
ketentuan-ketentuan dan syariat islam. Akad dalam MLM sendiri terbagi menjadi
3, yaitu: ba’i (jual beli), samsarah (makelar) dan ju’alah (pengupahan /
bonus). Namun, realitas yang ada saat ini banyak bisnis MLM yang tidak sesuai
dengan syariat islam. Artinya, pengharaman yang dimaksud dalam bisnis ini
adalah dari sisi akadnya yang tidak sesuai dengan syariat islam. Sehingga, hal
seperti ini perlu diwaspadai bahkan bila perlu ditinggalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Fahrur Rozi.
M., 2010 Kontroversi Bisnis MLM. Jakarta:
Media Press
Yusuf. T., 2009.
Strategi MLM Secara Cerdas dan Halal.
Surabaya: Intigrafika
Salam Arif.
A., 2002 Ushul Fiqh dalam
Kajian Bisnis Kontemporer. Yogyakarta: ar-Ruzz Press
[1]
Moch Fahrur
Rozi, Kontroversi Bisnis MLM, hlm.
110-111.
[2]Tarmizi Yusuf,
Strategi MLM Secara Cerdas dan Halal,
hlm. 7.
[3]
Abd. Salam Arief, Ushul Fiqh dalam Kajian Bisnis Kontemporer, Dalam Amin
Abdullah, (et. Al.), Ainurrofiq (ed.), “Mazhab Jogja: Menggagas Paradigma Usul
Fiqh Kontemporer”, (Yogyakarta: ar-Ruzz Press, 2002), Hlm. 208.
[4]
Abd. Salam Arief, Ushul Fiqh dalam Kajian, hlm. 208.
[5]
Al Kasani, V, hal. 133.
[6]
Farid, 2007
[7]
Lihat, Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad, Dar, Ihya’ at-Turats al-arabi,
Beirud, t.t., Juz 1, hal. 657., al-Bazzar, Musnad al-Bazzar, Maktab al-Ulum wa
al-Hikam, 2003, Juz V, hal. 384.
[8]
Lihat, Ibn Hibban, Sahih Ibn Hibban, Dar al-Fiqr, Beirud, t.t., Juz II, hal.
151.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar