Sabtu, 28 Oktober 2017

Hadis Maudlu'


PENDAHULUAN
Salah satu isu yang yang tidak pernah selesai dibahas adalah tentang pemalsuan hadits yang dilakukan oleh beberapa orang. Di dunia ini, tidak ada seorangpun yang membuat-buat hadits dusta kecuali akan terkuak kepalsuannya. Meskipun begitu, adanya hadits maudhu’sangat membahayakan bagi umat Islam, apalagi orang awam yang tidak mengetahui seluk beluk hadits.
Hadits merupakan sumber ajaran kedua setelah Al-Quran yang keberadaannya sebagai tafsir Al-Quran bersifat mujmal, sangat penting untuk memberikan informasi, petunjuk maupun pengetahuan-pengetahuan lain yang membutuhkan keterangan jelas. Sabda-sabda Rasulullah SAW inilah yang menuntun kita ke arah yang benar, di ridloi-Nya dan mengajarkan kepada kita bagaimana ibadah yang baik dan benar.
Namun, sedikit sekali orang yang menyadari bahwa seiring dengan berkembangnya zaman, ada beberapa orang licik yang mempunyai maksud tertentu untuk merubah redaksi suatu hadits. Baik dari segi rawi maupun matannya. Meskipun para ulama telah berusaha melawannya, namun tak dapat dipungkiri bahwa hadits-hadits tersebut masih dapat ditemui hingga sekarang. Sebagai umat Islam kita juga mempunyai andil yang besar dalam pencegahan menyebarnya hadits palsu tersebut juga adanya pengkajian tentang hadits maudhu’ atau lebih dikenal dengan istilah pemalsuan hadits
1
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Hadits Palsu
Dalam bahasa Arab, hadits palsu disebut al-Hadis al-Maudhu’ (الحديث الموضوع). Hadits secara bahasa berarti الجديد, yaitu sesuatu yang baru. Selain itu hadits pun berarti (الخبر ) berita. Yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan  dari seseorang kepada orang yang lain.
Al-maudhu’ dari kata al-wadh’ (الوضع), yang berarti meletakkan, menjatuhkan, memalsukan dan menempelkan/menisbatkan.
            Adapun pengertian hadits maudhu’ (hadits palsu) secara istilah ialah:
ما نسب الى رسول الله صلى الله عليه و السلام إختلافا و كذبا ممّا لم يقله أويقره
Apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan dan memperbuatnya.
Ada sebagian yang mengatakan bahwa hadits maudhu’ adalah “Hadis yang dibuat oleh seorang (pendusta) yang ciptaannya dinisbatkan kepada Rasulullah secara paksa dan dusta, baik sengaja maupun tidak.”

2.2  Sejarah Pemalsuan Hadits
Ulama dan pemikir Islam berbeda pendapat mengenai kapan pertama kali terjadi pemalsuan hadis:
1.       Menurut Ahmad Amin, bahwa hadits palsu terjadi sejak jaman Rasulullah Saw, beliau beralasan dengan sebuah hadits yang matannyaمن كذب عليّ متعمّدا فليتبوّأ مقعده من النّار . Menurutnya hadits tersebut menggambarkan kemungkinan pada zaman Rasulullah Saw. telah terjadi pemalsuan hadits. Akan tetapi pendapat ini kurang disetujui oleh H.Mudatsir didalam bukunya Ilmu Hadits, dengan alasan Ahmad Amin tidak mempunyai alasan secara histories, selain itu pemalsuan hadits dijaman Rasulullah Saw. tidak tercantum didalam kitab-kitab standar yang berkaitan dengan Asbabul Wurud dan data menunjukan sepanjang masa Rasulullah SAW tidak pernah ada seorang sahabatpun yang sengaja berbuat dusta kepadanya.
2.       Menurut jumhur muhadditsin, bahwa hadits telah mengalami pemalsuan sejak jaman khalifah Ali bin Abi Thalib. Sebelum terjadi pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abu Sufyan, hadits masih bisa dikatakan selamat dari pemalsuan.

2.3  Latar Belakang Pemalsuan Hadits
1.    Pertentangan Politik
Perpecahan umat Islam yang diakibatkan politik terjadi masa masa khalifah Ali bin Abi Thalib mempunyai dampak besar terhadap perpecahan umat Islam itu sendiri juga munculnya hadis-hadis palsu. Masing-masing golongan berusaha mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang yang mengatasnamakan Al Quran dan As Sunnah. Sangat disayangkan ketika konflik-konflik politik menyeret permasalahan keagamaan masuk ke dalam arena perpolitikan serta membawa pengaruh pada madzhab-madzhab keagamaan. Pada akhirnya masing-masing kelompok berusaha mencari dalilnya ke daalm Al Quran dan As Sunnah, dalam rangka mengunggulkan kelompok atau madzhabnya. Ketika tidak ditemuinya, mereka mulai membuat pernyataan-pernyataan yang disandarkan pada Nabi SAW. Dari sinilah hadis palsu mulai berkembang.
            Menurut Ibnu Abi Al Haddad dalam “Syarah Nahj Al-Balaghah”, sebagaimana dikutip oleh Musthafa Al-Siba’i, bahwa pihak yang pertama-tama membuat hadis palsu adalah dari golongan Syiah, dan kelompok Ahlus Sunnah menandinginya dengan hadis-hadis lain yang juga maudhu’.
Ibnu Al Mubarak mengatakan :                            
الدين لاهل الحديث والكلا م والخيل لاهل الراي والكذ ب للرافض
“Agama itu milik ahli Hadis, percakapan dan menghayal untuk ahli  Ra’yi, dan kebohongan itu untuk golongan Rafidhah”
       Hammad bin Salamah pernah meriwayatkan bahwa ada salah seorang tokoh Rifadhah berkata: “sekiranya kami pandang baik, segera kami jadiakn hadis.” Imam Syafi’i juga pernah berkata : “Saya tidak melihat pemuas hawa nafsu yang melebehi sekte Rafidhah dalam memuat hadis palsu.” Contoh hadis palsu yang dibuat oleh kaum Syiah antara lain :
ياعلي ان الله غفرلك ولذريتك ولوالديك ولاهلك ولشيعتك ولمحبي شيعتك
“Wahai Ali sesungguhnya Allah SWT telah mengampunimu, keturunanmu, kedua orang tuamu, keluargamu, (golongan) Syiahmu, dan orang yang mencintai (golongan) Syiahmu.”
       Golongan Muawiyah juga membuat hadis palsu, sebagai contoh dapat dikemukakan
الامناء ثلاثة اناوجبريل ومعاوية انت مني يامعاوية وانامنك)
“Tiga golongan yang dapat dipercaya, yaitu saya (Rasul), Jibril dan Muawiyah. Kamu termasuk golonganku dan Aku bagian dari kamu.”
       Sedang golongan Khawarij menurut data sejarah tidak pernah membuat hadis palsu.
2.      Usaha Kaum Zindik
Kaum zindik termasuk golongan yang membenci Islam, baik Islam sebagai Agama atau sebagai dasar Pemerintahan. Mereka tidak mungkin dapat melampiaskan kebencian melalui konfontrasi dan pemalsuan Al-Quran, maka cari yang paling tepat dan memungkinkan adalah melalui pemalsuan hadis, dengan tujuan menghancurkan agama dari dalam. ‘Abd Al-Karim ibn ‘Auja’ yang dihukum mati oleh Muhammad bin Sulaiman bin ‘Ali, wali wilayah Basrah. Ketika hukuman akan dialkukan dia mengatakan “Demi Allah saya telah membuat hadis palsu sebanyak 4000 hadis. Seorang Zindik telah mengaku di hadapan Khalifah Al-Mahdi bahwa dirinya telah membuat ratusan hadis palsu. Hadis palsu ini telah tersebar di kalangan masyarakat. Hammad bin Zaid mengatakan : Hadis yang dibuat kaum Zindik ini berjumlah 12000 hadis. Contoh hadis yang dibuat oleh kaum Zindik :
النظرالى الوجه الجميل صدقة)
“Melihat wajah cantik termasuk ibadah.”
3.      Fanatik Terhadap Bangsa, Suku, Negeri, Bahasa, dan Pimpinan
Golongan tersebut membuat hadis palsu didorong oleh sikap ego dan fanatik serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok atau yang lain. Golongan Al-Syu’ubiyah yang fanatik terhadap Persi mengatakan :
ان اذا غضب انزل الوحي بالعربية واذارضي انزل الوحي بالفارسية الله
“Apabila Allah SWT murka, maka Dia menurunkan wahyu dengan bahasa Arab dan apabila senang maka akan menurunkannya dengan bahasa Persi.”
            Sebaliknya, orang Arab yang fanatik terhadap bahasanya mengatakan :
ان الله اذا غضب انزل الوحي بالفارسية واذارضي انزل الوحي بالعربية
“Apabila Allah SWT murka, maka Dia menurunkan wahyu dengan bahasa Persia dan apabila senang maka akan menurunkannya dengan bahasa Arab.”
Golongan yang fanatik kepada madzhab Abu Hanifah pernah memuat hadis palsu “Dikemudian hari akan ada seorang umatku yang bernama Abu Hanifah bin Nu’man. Ia ibarat obor bagi umat-Ku.”
Demikian pula golongan yang fanatik menentang Imam Syafi’i membuat hadis palsu, seperti “Di kemudain hari akan ada seorang umat-Ku yang bernama Muhammad bin Idris. Ia akan lebih menimbulkan madharat kepada umat-Ku daripada Iblis.”
4.      Mempengaruhi Kaum Awam dengan Kisah dan Nasihat
Mereka melakukan pemalsuan hadis ini guna memperoleh simpatik dari pendengarnya agar mereka kagum melihat kemampuannya. Hadis yang mereka katakan terlalu berlebihan dan tidak masuk akal. Sebagai contoh dapat dilihat pada hadis berikut ini :
من قال لااله الاالله خلق الله من كل كلمة طائرامنقاره من ذهب ووريشهمن مرجان
“Barang siapa yang mengucapkan kalimat Allah akan menciptakan seekor burung (sebagai balasan dari tiap-tiap kalimat) yang paruhnya terdiri dari emas dan bulunya dari marjan.”
Ayyub Al-Sikhtiyani memberikan komentar terhadap akibat dan pengaruh tukang cerita dalam merusak hadis :
ما افسدعلى الناس حديثهم
            “Tiada sejelek-jeleknya pembicaraan kecuali (yang berasal) dari tukang cerita.”
5.      Perselisihan Madzhab dan Ilmu Kalam
Munculnya hadis-hadis palsu dalam masalah fiqih dan ilmu kalam ini berasal dari para pengikuut madzhab. Mereka berani melakukan pemalsuan hadis karena didorong sifat fanatik dan ingin menguatkan madzhabnya masing-masing.
Diantara hadis-hadis palsu tentang masalah ini adalah :
a)      Siapa yang mengangkat kedua tangannya dalam shalat, maka shalatnya tidak sah.
b) Jibril menjadi Imamku dalam shalat di Ka’bah, ia (Jibril) membaca  basmalah dengan nyaring
c) Yang junub wajib berkumur dan menghisap air tiga kali
d) Semua yang ada di bumi dan langit serta diantara keduanya adalah makhluk, kecuali Allah dan Al Quran. Dan kelak akan ada di antara umatku yang menyatakan “Al Quran itu makhluk.” Barang siapa yang menyatakan dmikian, niscaya ia telah kufur kepada Allah Yang Maha Agung dan saat itu pula jatuhlah talak kepada istrinya.
6. Membangkitkan Gairah Beribadat, Tanpa Mengerti Apa Yang Dilakukan
Banyak diantara para ulama yang membuat hadis palsu dengan dan bahkan mengira usahanya itu besar dan merupakan upaya pendekatan diri kepada Allah SWT, serta menjunjung tinggi agama-NYA. Mereka mengatakan “Kami berdosa semata-mata untuk menjunjung tinggi nama Rasulullah dan bukan sebaliknya”. Nuh bin Abi Maryam telah membuat hadis berkenaan dengan fadilah membaca surat-surat tertentu dala Al Quran. Ghulam Al-Khail (dikenal ahli Zuhud) membuat hadis tentang keutamaan wirid dengan maksud memperhalus kalbu manusia.
Dalam kita Tafsir Al-Tsa’laby, Zamakhsyary dan Baidhawy terdapat banyak hadis palsu. Begitu juga dalam kitab Ihya’ ‘Ulum Al-Din.
7.      Menjilat Penguasa
Ghiyas bin ibrahim merupakan tokoh yang banyak ditulis dalam kitab hadis sebagai pemalsu hadis tentang “perlombaan”. Matan asli sabda Rasulullah SAW bebunyi :
لاسبق الا في فصل اوخف
Kemudian Ghiyas menambahkan kata اوجناح dalam akhir hadis tersebut, dengan maksud agar diberi hadiah atau simpatik dari Khalifah Al-Mahdy. Setelah mendengar hadis tersebut, Al Mahdy memberikan hadiah sepuluh ribu dirham, namun ketika Ghiyas hendak pergi, Al Mahdy menegurnya.
2.4  Motivasi Pemalsu Hadits
1.      Membela suatu madzhab atau mempertahankan ideologi.
Pergolakan politik yang terpecah setelah munculnya fitnah (masa setelah terbunuhnya Utsman bin Affan) dan maraknya aliran-aliran politik seperti Khawarij dan Syi'ah.  Masing-masing aliran membuat hadits-hadits palsu untuk  memperkuat golongannya. Ini merupakan asal dari kedustaan atas nama Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Imam Malik ditanya tentang Rafidhah,[1][7] beliau berkata:"Janganlah engkau bicara dengan mereka, jangan meriwayatkan (hadits) dari mereka sesungguhnya mereka berdusta." Imam Asy-Syafi'i menambahkan: "saya tidak melihat kaum yang lebih berani berdusta selain kaum Rafidhah".
Misalnya hadits tentang keutamaan Siti Fathimah radhiyallahu 'anha. "Ketika Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam diisrakan, Jibril datang memberikan buah Saparjalah (semacam apel) dari surga, lalu di makannya. Kemudian Sayyidah Khadijah menghubungkan buah tersebut dengan Fathimah. Karena itu bila Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam rindu bau-bauan surga beliau lalu mencium Fathimah".
Nampak sekali ke-maudhu-an hadits ini. Bukankah Fathimah itu dilahirkan sebelum terjadinya peristiwa Isra, sebagaimana halnya Khadijah telah meninggal sebelum Isra. 
2.      Dalam rangka taqarrub kepada Allah,
Upaya ini mereka lakukan dengan meletakkan hadits-hadits targhib (yang mendorong) manusia untuk berbuat kebaikan, atau hadits yang berisi ancaman terhadap perbuatan munkar. Mereka yang membuat hadits-hadits maudhu' ini  biasanya menisbatkannya kepada golongan ahli zuhud dan orang-orang shalih. Mereka ini termasuk kelompok pembuat hadits maudhu' yang paling buruk, karena manusia menerima hadits-hadits maudhu' mereka disebabkan kepercayaan terhadap mereka.
Diantara mereka adalah Maisarah bin Abdi Rabbihi. Ibnu Hibban telah meriwayatkan dari kitabnya Ad Dhu'afa', dari Ibnu Mahdi, dia bertanya kepada Maisarah bin Abdi Rabbihi: "Dari mana engkau mendatangkan hadits-hadits seperti, "Barangsiapa membaca ini maka ia akan memperoleh itu? Ia menjawab: "Aku sengaja membuatnya untuk memberi dorongan kepada manusia.". Padahal berdusta walau dengan niat yang baik hukumnya tetap haram. [2][8]
Imam Nawawi berkata dalam kitabnya al-Adzkar: “Ketahuilah! Sesungguhnya menurut madzhab Ahlussunnah bahwa dusta itu ialah : mengabarkan tentang sesuatu yang berlainan/berbeda/menyalahi keadaannya. Sama saja apakah engkau lakukan dengan sengaja atau karena kebodohanmu (yakni tidak sengaja). Akan tetapi tidak berdosa kalau karena kebodohan dan berdosa kalau dilakukan dengan sengaja.[3][9]
3.      Upaya mendekatkan diri kepada penguasa demi menuruti hawa nafsu.
Sebagian orang yang imannya lemah berupaya mendekati sebagian penguasa dengan membuat hadits yang menisbatkan kepada penguasa agar mendapat perhatian. Misalnya:
إِذَا رَأَيْتُمْ مُعَاوِيَةً عَلىَ مِنْبَرِى فَاقْتُلُوْهُ
Zindiq yang ingin merusak manusia dan agamanya
Misalnya, Hamad bin Zaid  berkata: "Orang-orang zindiq membuat hadits dusta yang disandarkan kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam sebanyak empat belas ribu hadits." Ahmad bin Shalih Al-Mishri berkata: "(Hukuman bagi) orang zindiq adalah dipenggal lehernya, orang-orang dungu itu telah membuat hadits maudhu' sebanyak empat ribu, maka berhati-hatilah." Ketika akan dipenggal lehernya Ibnu Adi berkata: "Aku telah memalsukan hadits di antara kalian sebanyak empat ribu hadits, aku mengharamkan yang halal dan  menghalalkan yang haram." Diantara mereka adalah Muhammad bin Sa'id Asy-Syami yang dihukum mati dan disalib karena kezindikannya. Ia meriwayatkan hadits dari Humaid  dari Anas secara Marfu': Aku adalah Nabi terakhir, dan tidak ada Nabi sesudahku kecuali yang Allah kehendaki.
5.                  Mengikuti hawa nafsu dan ahli ra'yu yang tidak mempunyai dalil dari kitab dan sunah kemudian membuat hadits maudhu' untuk membenarkan hawa nafsu dan pendapatnya.
6.                  Dalam rangka mencari penghidupan dan memperoleh rizki. Seperti yang dilakukan sebagian tukang dongeng yang mencari penghidupan melalui berbagai cerita  kepada masyarakat. Mereka menambah-nambahkan ceritanya agar masyarakat mau mendengar dongengannya, lalu mereka memberi upah. Di antara mereka adalah Abu Sa'id Al Madani.
7.                  Dalam rangka meraih popularitas, yaitu dengan membuat hadits yang gharib (asing) yang tidak dijumpai pada seorangpun dari syaikh-syaikh hadits. Mereka membolak balik sanad hadits supaya orang yang mendengarnya terperangah. Di antara mereka adalah Ibnu Abu Dihyah dan Hammad bin An Nashibi.
8.                  Fanatisme terhadap Imam, kebangsaan, kebahasaan.
Misalnya, Asy-Syu'ubiyun memalsu hadits yang berbunyi:
إِنَّ اللهَ إِذَا غَضَبَ اَنْزَلَ الْوَحْىَ بِالْعَرَبِيَّةِ وَإِذَا رَضِىَ اَنْزَلَ الْوَحْىَ بِالْفَارِسِيَّةِ
"Maka seorang Arab yang jahil membaliknya, perkataan ini menjadi:
إِنَّ اللهَ إِذَا غَضَبَ اَنْزَلَ الْوَحْىَ بِالْفَارِسِيَّةِ وَإِذَا رَضِىَ اَنْزَلَ الْوَحْىَ بِالْعَرَبِيَّةِ                     
Misal yang lain seperti seorang yang ta'ashub (fanatik) terhadap Abu Hanifah, memalsu hadits, yang berbunyi: "Akan ada dari umatku seorang laki-laki yang disebut Abu Hanifah Al-Nu'man, dia adalah penerang umatku."
Dan juga orang yang tidak senang dengan Imam Asy-Syafi'i, membuat hadits yang berbunyi: "Akan ada dari umatku seorang laki-laki yang disebut Muhammad bin Idris, dia lebih bahaya atas umatku dari pada iblis.
2.5  Cara Mengidentifikasi Hadits Palsu
Beberapa cara untuk mengetahui sebuah hadits bahwa hadits tersebut termasuk hadits palsu (maudlu’) adalah :
1.      Pemalsu hadis mengaku bahwa ia memalsukan hadis
2.      Rawi hadis terkenal sebagai pemalsu
3.      Isi hadis bertentangan dengan Al-Qur’an atau kaidah agama
4.      Isi hadis bertentangan dengan hadis shahih
5.      Isi hadis bertentangan dengan Ijma
6.      Isi hadis bertentangna dengan logika akal sehat, sejarah atau fakta ilmiah
7.      Redaksi hadis lemah atau bertengtangan dengan kaedah bahasa arab
8.      Mengandung hal-hal yang fantastis yang tidak mungkin disabdakan oleh Nabi
9.      Mengandung bid’ah aqidah yang jelas, dan pemalsu merupakan penganut faham tersebut
2.6  Usaha Ulama Melawan Pemalsuan Hadits
                        Upaya ulama dalam menjaga dan memelihara hadis dari pemalsuan dilakukan secara sungguh-sungguh melalui penelitian dari sejak masa sahabat sampai selesainya perhimpunan hadis ke dalam karya-karya besar mereka. Upaya-upaya yang ditempuh para ulama dalam menjaga hadis Nabi SAW adalah sebagai berikut: [4] 
1.      Berpegang pada keshahihan sanad
Para sahabat, tabi’in dan para ulama sangat ketat dalam menuntut isnad serta para perawi dan mereka selalu menerapkannya dalam meriwayatkan hadis. Keketatan menuntut isnad  tidak hanya berlaku di kalangan ulama dan pencari hadis. Tetapi isnad telah menjadi hal umum yang diterima, baik di kalangan ulama maupun kalangan awam.[5]
2.      Meningkatkan semangat ilmiah dan ketelitian dalam meriwayatkan hadis
Semangat ilmiah pada masa sahabat dan tabi’in dalam upaya memelihara kemurnian hadis sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari aktifitas mereka baik dalam menuntut hadis maupun dengan mengadakan perjalanan ilmiah dalam menyebarluaskan hadis ke berbagai daerah. Demikian pula, apabila sebagian tabi’in mendengar suatu hadis dari selain sahabat, maka mereka bergegas untuk menemui sahabat yang masih ada secara langsung untuk pengecekan dan pengukuhan keabsahan yang mereka dengar. Sama halnya yang dilakukan tabi’in kecil terhadap tabi’in besar dan seterusnya.
3.      Memerangi pendusta dan tukang cerita
Sebagian ulama memerangi para pendusta dan tukang cerita dengan melarang menyebarkan hadis palsu, serta menjelaskan keadaan mereka kepada masyarakat. Para ulama juga melarang masyarakat mendekati mereka. Semua ahli ilmu juga menjelaskan kepada murid-murid mereka dan mengingatkan agar para murid tidak meriwayatkan khabar dari para pendusta itu.
4.      Menjelaskan hal ihwal para perawi
Seorang ahli hadis harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang para periwayat hadis, agar ia dapat menilai kejujuran dan kekuatan hafalannya, sabagai pegangan dalam membedakan yang shahih dari yang palsu dan yang baik dari yang buruk. Justru itu para ahli hadis mengadakan penelitian tentang kehidupan para periwayat dan mengenal hal-ihwal mereka. Mereka melakukan kritik karena Allah samata, bukan karena rasa takut kepada seseorang.[6] 
5.      Meletakkan kaidah- kaidah untuk  mengetahui hadis maudhu’
Selain kaidah- kaidah yang rumit dalam rangka mengetahui hadis shahih, hasan dan dha’if, para ahli hadis juga meletakkan kaidah-kaidah untuk mengetahui hadis yang maudhu’. Mereka menyebutkan tanda-tanda kepalsuan baik dalam sanad maupun dalam matan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian terdahulu dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa hal-hal yang menyebabkan lahirnya hadits-hadits maudhu’ adalah :
1.      Partai-partai politik
2.      Musuh-Musuh Islam (orang-orang zindiq / ateis)
3.      Diskriminasi Etnis dan Fanatisme Kabilah,Negara dan Imam
4.      Para Pendongeng (Pembuat Cerita Fiktif)
5.      Mencintai kebaikan tapi Bodoh tentang Agama
6.      Perbedaan dalam mazhab-Mazhab Fikih dan Ilmu Kalam (teologi)
7.      Menjilat Para Penguasa dan Sebab-Sebab lain

                         Ahli bid’ah memiliki kontribusi cukup besar memuncul-kan hadits palsu. Motif mereka memalsukan hadits berlatar bela-kang berbeda-beda.  Akhir dari semua itu bermunculan hadits palsu di kalangan umat Islam. Semuanya menimbulkan dampak negatif dalam tatanan kehidupan sosial keagamaan dan menim-bulkan perpecahan umat.
Para ulama bangkit dengan berusaha mengadakan pene-litian terhadap hadits, berdasarkan kaidah tertentu untuk me-nyortir keshahihan riwayat. Hasilnya selain dapat memilah hadits yang diterima dan ditolak, juga dalam rangka pengembangan ilmu hadits. Sebagai umat Islam hendaknya kita menjaga keo-tentikan hadits, mengkaji dan menelitinya, memahami dan melaksanakannya. Wallahu a’lam

DAFTAR PUSTAKA

Suryadilaga, A., dkk. 2015. Ulumul Hadis. Yogyakarta: Kalimedia
Muhammad Hasbi, T. 2002. Sejarah dan Pengantarv Ilmu Hadits. Semarang: Pustaka Rizki Putra
‘Itr, N. 2012. ‘Ulumul Hadis. Bandung: Remaja Rosdakarya



[1][7] Rafidhah adalah sekelompok penganut Syi'ah yang memandang 'Ali dan anak cucunya lebih utama daripada Abu Bakar dan 'Umar. Mereka tidak menyukai kedua sahabat Nabi yang khalifah itu, bahkan mencaci-makinya. Kaum Rafidhah mempercayai, para imam itu ma'shum alias bebas-salah. Mereka memberikan segala kehormatan Nabi (selain kenabian) kepada para imam. Mereka juga mempercayai kedatangan kembali imam Muntadhar (imam tertunggu) yang sementara ini menghilang, tanpa meninggal. Lihat Muqaddimah Fathul Bari Ibnu Hajar Al-Asqalani
[2][8] Ikhtisar Musthalahul Hadits, Drs. Fatchur Rahman, hal. 169.
[3][9] Al Adzkar An Nawawi lil Imam an Nawawi, Maktabah Syamilah
[4] M. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits, (Jakarta : Gaung Persada Press, 2008), hlm. 194
[5] Ibid.,hlm. 194-195
[6] Ibid., hlm. 197             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar