PENDAHULUAN
Salah
satu isu yang yang tidak pernah selesai dibahas adalah tentang pemalsuan hadits
yang dilakukan oleh beberapa orang. Di dunia ini, tidak ada seorangpun yang membuat-buat hadits
dusta kecuali akan terkuak kepalsuannya. Meskipun begitu, adanya hadits maudhu’sangat membahayakan bagi umat Islam, apalagi orang awam yang tidak mengetahui seluk
beluk hadits.
Hadits merupakan sumber ajaran kedua setelah Al-Quran yang keberadaannya
sebagai tafsir Al-Quran bersifat mujmal, sangat penting untuk memberikan
informasi, petunjuk maupun pengetahuan-pengetahuan lain yang membutuhkan
keterangan jelas. Sabda-sabda Rasulullah SAW inilah yang menuntun kita ke arah
yang benar, di ridloi-Nya dan mengajarkan kepada kita bagaimana ibadah yang
baik dan benar.
Namun, sedikit sekali orang yang menyadari bahwa seiring dengan berkembangnya
zaman, ada beberapa orang licik yang mempunyai maksud tertentu untuk merubah
redaksi suatu hadits. Baik dari segi rawi maupun matannya. Meskipun para ulama
telah berusaha melawannya, namun tak dapat dipungkiri bahwa hadits-hadits
tersebut masih dapat ditemui hingga sekarang. Sebagai umat Islam kita juga
mempunyai andil yang besar dalam pencegahan menyebarnya hadits palsu tersebut
juga adanya pengkajian tentang hadits maudhu’ atau lebih dikenal dengan istilah
pemalsuan hadits
1
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Hadits Palsu
Dalam
bahasa Arab, hadits palsu disebut al-Hadis al-Maudhu’ (الحديث الموضوع). Hadits secara bahasa berarti الجديد, yaitu sesuatu yang
baru. Selain itu hadits pun berarti (الخبر )
berita. Yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang yang lain.
Al-maudhu’
dari kata al-wadh’ (الوضع), yang berarti meletakkan, menjatuhkan, memalsukan dan
menempelkan/menisbatkan.
Adapun pengertian hadits maudhu’ (hadits palsu) secara istilah ialah:
ما نسب الى
رسول الله صلى الله عليه و السلام إختلافا و كذبا ممّا لم يقله أويقره
Apa-apa yang
disandarkan kepada Rasulullah secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau
tidak mengatakan dan memperbuatnya.
Ada
sebagian yang mengatakan bahwa hadits maudhu’ adalah “Hadis yang dibuat oleh
seorang (pendusta) yang ciptaannya dinisbatkan kepada Rasulullah secara paksa
dan dusta, baik sengaja maupun tidak.”
2.2
Sejarah
Pemalsuan Hadits
Ulama dan pemikir Islam berbeda pendapat
mengenai kapan pertama kali terjadi pemalsuan hadis:
1.
Menurut Ahmad Amin,
bahwa hadits palsu terjadi sejak jaman Rasulullah Saw, beliau beralasan dengan
sebuah hadits yang matannyaمن كذب عليّ متعمّدا فليتبوّأ مقعده
من النّار . Menurutnya hadits tersebut
menggambarkan kemungkinan pada zaman Rasulullah Saw. telah terjadi pemalsuan
hadits. Akan tetapi pendapat ini kurang disetujui oleh H.Mudatsir didalam
bukunya Ilmu Hadits, dengan alasan Ahmad Amin tidak mempunyai alasan
secara histories, selain itu pemalsuan hadits dijaman Rasulullah Saw. tidak
tercantum didalam kitab-kitab standar yang berkaitan dengan Asbabul Wurud dan
data menunjukan sepanjang masa Rasulullah SAW tidak pernah ada seorang
sahabatpun yang sengaja berbuat dusta kepadanya.
2.
Menurut jumhur
muhadditsin, bahwa hadits telah mengalami pemalsuan sejak jaman khalifah Ali
bin Abi Thalib. Sebelum terjadi pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dengan
Muawiyah bin Abu Sufyan, hadits masih bisa dikatakan selamat dari pemalsuan.
2.3 Latar Belakang Pemalsuan Hadits
1.
Pertentangan
Politik
Perpecahan umat Islam yang diakibatkan politik terjadi masa masa
khalifah Ali bin Abi Thalib mempunyai dampak besar terhadap perpecahan umat
Islam itu sendiri juga munculnya hadis-hadis palsu. Masing-masing golongan
berusaha mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang yang mengatasnamakan Al
Quran dan As Sunnah. Sangat disayangkan ketika konflik-konflik politik menyeret
permasalahan keagamaan masuk ke dalam arena perpolitikan serta membawa pengaruh
pada madzhab-madzhab keagamaan. Pada akhirnya masing-masing kelompok berusaha
mencari dalilnya ke daalm Al Quran dan As Sunnah, dalam rangka mengunggulkan
kelompok atau madzhabnya. Ketika tidak ditemuinya, mereka mulai membuat
pernyataan-pernyataan yang disandarkan pada Nabi SAW. Dari sinilah hadis palsu
mulai berkembang.
Menurut Ibnu Abi Al Haddad dalam “Syarah Nahj Al-Balaghah”,
sebagaimana dikutip oleh Musthafa Al-Siba’i, bahwa pihak yang pertama-tama
membuat hadis palsu adalah dari golongan Syiah, dan kelompok Ahlus Sunnah
menandinginya dengan hadis-hadis lain yang juga maudhu’.
Ibnu Al Mubarak mengatakan :
الدين
لاهل الحديث والكلا م والخيل لاهل الراي والكذ ب للرافض
“Agama
itu milik ahli Hadis, percakapan dan menghayal untuk ahli Ra’yi, dan kebohongan itu untuk golongan
Rafidhah”
Hammad bin Salamah pernah meriwayatkan
bahwa ada salah seorang tokoh Rifadhah berkata: “sekiranya kami pandang baik,
segera kami jadiakn hadis.” Imam Syafi’i juga pernah berkata : “Saya tidak
melihat pemuas hawa nafsu yang melebehi sekte Rafidhah dalam memuat hadis
palsu.” Contoh hadis palsu yang dibuat oleh kaum Syiah antara lain :
ياعلي
ان الله غفرلك ولذريتك ولوالديك ولاهلك ولشيعتك ولمحبي شيعتك
“Wahai
Ali sesungguhnya Allah SWT telah mengampunimu, keturunanmu, kedua orang tuamu,
keluargamu, (golongan) Syiahmu, dan orang yang mencintai (golongan) Syiahmu.”
Golongan Muawiyah juga membuat hadis
palsu, sebagai contoh dapat dikemukakan
الامناء
ثلاثة اناوجبريل ومعاوية انت مني يامعاوية وانامنك)
“Tiga
golongan yang dapat dipercaya, yaitu saya (Rasul), Jibril dan Muawiyah. Kamu
termasuk golonganku dan Aku bagian dari kamu.”
Sedang golongan Khawarij menurut data
sejarah tidak pernah membuat hadis palsu.
2.
Usaha
Kaum Zindik
Kaum zindik
termasuk golongan yang membenci Islam, baik Islam sebagai Agama atau sebagai
dasar Pemerintahan. Mereka tidak mungkin dapat melampiaskan kebencian melalui
konfontrasi dan pemalsuan Al-Quran, maka cari yang paling tepat dan
memungkinkan adalah melalui pemalsuan hadis, dengan tujuan menghancurkan agama
dari dalam. ‘Abd Al-Karim ibn ‘Auja’ yang dihukum mati oleh Muhammad bin
Sulaiman bin ‘Ali, wali wilayah Basrah. Ketika hukuman akan dialkukan dia
mengatakan “Demi Allah saya telah membuat hadis palsu sebanyak 4000 hadis.
Seorang Zindik telah mengaku di hadapan Khalifah Al-Mahdi bahwa dirinya telah
membuat ratusan hadis palsu. Hadis palsu ini telah tersebar di kalangan
masyarakat. Hammad bin Zaid mengatakan : Hadis yang dibuat kaum Zindik ini
berjumlah 12000 hadis. Contoh hadis yang dibuat oleh kaum Zindik :
النظرالى
الوجه الجميل صدقة)
“Melihat wajah cantik
termasuk ibadah.”
3.
Fanatik
Terhadap Bangsa, Suku, Negeri, Bahasa, dan Pimpinan
Golongan
tersebut membuat hadis palsu didorong oleh sikap ego dan fanatik serta ingin
menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok atau yang lain. Golongan Al-Syu’ubiyah
yang fanatik terhadap Persi mengatakan :
ان
اذا غضب انزل الوحي بالعربية واذارضي انزل الوحي بالفارسية الله
“Apabila Allah SWT murka, maka Dia menurunkan wahyu dengan bahasa
Arab dan apabila senang maka akan menurunkannya dengan bahasa Persi.”
Sebaliknya, orang
Arab yang fanatik terhadap bahasanya mengatakan :
ان
الله اذا غضب انزل الوحي بالفارسية واذارضي انزل الوحي بالعربية
“Apabila Allah SWT murka, maka Dia menurunkan wahyu dengan bahasa
Persia dan apabila senang maka akan menurunkannya dengan bahasa Arab.”
Golongan yang fanatik kepada madzhab Abu Hanifah pernah memuat
hadis palsu “Dikemudian hari akan ada seorang umatku yang bernama Abu Hanifah
bin Nu’man. Ia ibarat obor bagi umat-Ku.”
Demikian pula golongan yang fanatik menentang Imam Syafi’i membuat
hadis palsu, seperti “Di kemudain hari akan ada seorang umat-Ku yang bernama
Muhammad bin Idris. Ia akan lebih menimbulkan madharat kepada umat-Ku daripada
Iblis.”
4.
Mempengaruhi
Kaum Awam dengan Kisah dan Nasihat
Mereka melakukan pemalsuan hadis ini guna memperoleh simpatik dari
pendengarnya agar mereka kagum melihat kemampuannya. Hadis yang mereka katakan
terlalu berlebihan dan tidak masuk akal. Sebagai contoh dapat dilihat pada
hadis berikut ini :
من
قال لااله الاالله خلق الله من كل كلمة طائرامنقاره من ذهب ووريشهمن مرجان
“Barang siapa yang mengucapkan kalimat Allah akan menciptakan
seekor burung (sebagai balasan dari tiap-tiap kalimat) yang paruhnya terdiri
dari emas dan bulunya dari marjan.”
Ayyub Al-Sikhtiyani memberikan komentar terhadap akibat dan
pengaruh tukang cerita dalam merusak hadis :
ما
افسدعلى الناس حديثهم
“Tiada
sejelek-jeleknya pembicaraan kecuali (yang berasal) dari tukang cerita.”
5.
Perselisihan
Madzhab dan Ilmu Kalam
Munculnya hadis-hadis palsu dalam masalah fiqih dan ilmu kalam ini
berasal dari para pengikuut madzhab. Mereka berani melakukan pemalsuan hadis
karena didorong sifat fanatik dan ingin menguatkan madzhabnya masing-masing.
Diantara hadis-hadis palsu tentang masalah ini adalah :
a)
Siapa
yang mengangkat kedua tangannya dalam shalat, maka shalatnya tidak sah.
b) Jibril menjadi Imamku dalam shalat di Ka’bah, ia (Jibril)
membaca basmalah dengan nyaring
c) Yang junub wajib berkumur dan menghisap air tiga kali
d) Semua yang ada di bumi dan langit serta diantara keduanya adalah
makhluk, kecuali Allah dan Al Quran. Dan kelak akan ada di antara umatku yang
menyatakan “Al Quran itu makhluk.” Barang siapa yang menyatakan dmikian,
niscaya ia telah kufur kepada Allah Yang Maha Agung dan saat itu pula jatuhlah
talak kepada istrinya.
6. Membangkitkan Gairah Beribadat, Tanpa Mengerti Apa Yang
Dilakukan
Banyak diantara
para ulama yang membuat hadis palsu dengan dan bahkan mengira usahanya itu
besar dan merupakan upaya pendekatan diri kepada Allah SWT, serta menjunjung
tinggi agama-NYA. Mereka mengatakan “Kami berdosa semata-mata untuk menjunjung
tinggi nama Rasulullah dan bukan sebaliknya”. Nuh bin Abi Maryam telah membuat
hadis berkenaan dengan fadilah membaca surat-surat tertentu dala Al Quran. Ghulam
Al-Khail (dikenal ahli Zuhud) membuat hadis tentang keutamaan wirid dengan
maksud memperhalus kalbu manusia.
Dalam kita
Tafsir Al-Tsa’laby, Zamakhsyary dan Baidhawy terdapat banyak hadis palsu. Begitu
juga dalam kitab Ihya’ ‘Ulum Al-Din.
7.
Menjilat
Penguasa
Ghiyas bin
ibrahim merupakan tokoh yang banyak ditulis dalam kitab hadis sebagai pemalsu
hadis tentang “perlombaan”. Matan asli sabda Rasulullah SAW bebunyi :
لاسبق
الا في فصل اوخف
Kemudian Ghiyas
menambahkan kata اوجناح dalam akhir hadis
tersebut, dengan maksud agar diberi hadiah atau simpatik dari Khalifah
Al-Mahdy. Setelah mendengar hadis tersebut, Al Mahdy memberikan hadiah sepuluh
ribu dirham, namun ketika Ghiyas hendak pergi, Al Mahdy menegurnya.
2.4 Motivasi Pemalsu Hadits
1. Membela suatu madzhab atau mempertahankan ideologi.
Pergolakan politik yang terpecah setelah munculnya fitnah (masa setelah
terbunuhnya Utsman bin Affan) dan maraknya aliran-aliran politik seperti
Khawarij dan Syi'ah. Masing-masing aliran
membuat hadits-hadits palsu untuk memperkuat golongannya. Ini merupakan
asal dari kedustaan atas nama Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.
Imam Malik ditanya tentang Rafidhah,[1][7] beliau berkata:"Janganlah engkau bicara dengan
mereka, jangan meriwayatkan (hadits) dari mereka sesungguhnya mereka
berdusta." Imam Asy-Syafi'i menambahkan: "saya tidak melihat kaum
yang lebih berani berdusta selain kaum Rafidhah".
Misalnya hadits tentang
keutamaan Siti Fathimah radhiyallahu 'anha. "Ketika Nabi Muhammad shalallahu
'alaihi wasallam diisrakan, Jibril datang memberikan buah Saparjalah
(semacam apel) dari surga, lalu di makannya. Kemudian Sayyidah Khadijah
menghubungkan buah tersebut dengan Fathimah. Karena itu bila Rasulullah shalallahu
'alaihi wasallam rindu bau-bauan surga beliau lalu mencium Fathimah".
Nampak sekali
ke-maudhu-an hadits ini. Bukankah Fathimah itu dilahirkan sebelum terjadinya
peristiwa Isra, sebagaimana halnya Khadijah telah meninggal sebelum Isra.
2. Dalam rangka taqarrub kepada Allah,
Upaya ini mereka
lakukan dengan meletakkan hadits-hadits targhib (yang mendorong) manusia untuk
berbuat kebaikan, atau hadits yang berisi ancaman terhadap perbuatan munkar.
Mereka yang membuat hadits-hadits maudhu' ini biasanya
menisbatkannya kepada golongan ahli zuhud dan orang-orang shalih. Mereka ini
termasuk kelompok pembuat hadits maudhu' yang paling buruk, karena manusia
menerima hadits-hadits maudhu' mereka disebabkan kepercayaan terhadap mereka.
Diantara mereka adalah Maisarah bin Abdi Rabbihi. Ibnu Hibban telah
meriwayatkan dari kitabnya Ad Dhu'afa', dari Ibnu Mahdi, dia bertanya kepada
Maisarah bin Abdi Rabbihi: "Dari mana engkau mendatangkan
hadits-hadits seperti, "Barangsiapa membaca ini maka ia akan memperoleh
itu? Ia menjawab: "Aku sengaja membuatnya untuk memberi
dorongan kepada manusia.". Padahal berdusta walau dengan niat yang baik
hukumnya tetap haram. [2][8]
Imam Nawawi berkata dalam kitabnya al-Adzkar: “Ketahuilah! Sesungguhnya menurut madzhab Ahlussunnah bahwa dusta itu ialah :
mengabarkan tentang sesuatu yang berlainan/berbeda/menyalahi keadaannya. Sama
saja apakah engkau lakukan dengan sengaja atau karena kebodohanmu (yakni tidak
sengaja). Akan tetapi tidak berdosa kalau karena kebodohan dan berdosa kalau
dilakukan dengan sengaja.[3][9]
3. Upaya mendekatkan diri kepada penguasa demi menuruti hawa nafsu.
Sebagian orang yang imannya lemah berupaya mendekati sebagian penguasa
dengan membuat hadits yang menisbatkan kepada penguasa agar mendapat perhatian.
Misalnya:
إِذَا رَأَيْتُمْ مُعَاوِيَةً عَلىَ مِنْبَرِى
فَاقْتُلُوْهُ
Zindiq yang ingin
merusak manusia dan agamanya
Misalnya, Hamad bin
Zaid berkata: "Orang-orang zindiq membuat hadits dusta yang
disandarkan kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam sebanyak empat
belas ribu hadits." Ahmad bin Shalih Al-Mishri berkata: "(Hukuman
bagi) orang zindiq adalah dipenggal lehernya, orang-orang dungu itu telah
membuat hadits maudhu' sebanyak empat ribu, maka berhati-hatilah." Ketika
akan dipenggal lehernya Ibnu Adi berkata: "Aku telah memalsukan hadits di
antara kalian sebanyak empat ribu hadits, aku mengharamkan yang halal dan
menghalalkan yang haram." Diantara mereka adalah Muhammad bin Sa'id
Asy-Syami yang dihukum mati dan disalib karena kezindikannya. Ia meriwayatkan
hadits dari Humaid dari Anas secara Marfu': Aku adalah Nabi terakhir, dan
tidak ada Nabi sesudahku kecuali yang Allah kehendaki.
5.
Mengikuti hawa nafsu
dan ahli ra'yu yang tidak mempunyai dalil dari kitab dan sunah kemudian membuat
hadits maudhu' untuk membenarkan hawa nafsu dan pendapatnya.
6.
Dalam rangka mencari penghidupan dan memperoleh
rizki. Seperti yang dilakukan sebagian tukang dongeng yang mencari penghidupan
melalui berbagai cerita kepada masyarakat. Mereka menambah-nambahkan
ceritanya agar masyarakat mau mendengar dongengannya, lalu mereka memberi upah.
Di antara mereka adalah Abu Sa'id Al Madani.
7.
Dalam rangka meraih
popularitas, yaitu dengan membuat hadits yang gharib (asing) yang tidak
dijumpai pada seorangpun dari syaikh-syaikh hadits. Mereka membolak balik sanad
hadits supaya orang yang mendengarnya terperangah. Di antara mereka adalah Ibnu
Abu Dihyah dan Hammad bin An Nashibi.
8.
Fanatisme terhadap Imam, kebangsaan, kebahasaan.
Misalnya,
Asy-Syu'ubiyun memalsu hadits yang berbunyi:
إِنَّ اللهَ
إِذَا غَضَبَ اَنْزَلَ الْوَحْىَ بِالْعَرَبِيَّةِ وَإِذَا رَضِىَ اَنْزَلَ
الْوَحْىَ بِالْفَارِسِيَّةِ
"Maka seorang Arab
yang jahil membaliknya, perkataan ini menjadi:
إِنَّ اللهَ إِذَا غَضَبَ اَنْزَلَ الْوَحْىَ
بِالْفَارِسِيَّةِ وَإِذَا رَضِىَ اَنْزَلَ الْوَحْىَ بِالْعَرَبِيَّةِ
Misal yang lain seperti seorang yang ta'ashub (fanatik) terhadap Abu Hanifah,
memalsu hadits, yang berbunyi: "Akan ada dari umatku seorang laki-laki
yang disebut Abu Hanifah Al-Nu'man, dia adalah penerang umatku."
Dan juga orang yang tidak senang dengan Imam Asy-Syafi'i, membuat hadits
yang berbunyi: "Akan ada dari umatku seorang laki-laki yang disebut
Muhammad bin Idris, dia lebih bahaya atas umatku dari pada iblis.
2.5 Cara Mengidentifikasi Hadits Palsu
Beberapa cara untuk mengetahui sebuah hadits bahwa
hadits tersebut termasuk hadits palsu (maudlu’) adalah :
1. Pemalsu hadis mengaku bahwa ia memalsukan hadis
2. Rawi hadis terkenal sebagai pemalsu
3. Isi hadis bertentangan dengan Al-Qur’an atau kaidah agama
4. Isi hadis bertentangan dengan hadis shahih
5. Isi hadis bertentangan dengan Ijma
6. Isi hadis bertentangna dengan logika akal sehat, sejarah atau fakta ilmiah
7. Redaksi hadis lemah atau bertengtangan dengan kaedah bahasa arab
8. Mengandung hal-hal yang fantastis yang tidak mungkin disabdakan oleh Nabi
9. Mengandung bid’ah aqidah yang jelas, dan pemalsu merupakan penganut faham
tersebut
2.6 Usaha Ulama Melawan Pemalsuan Hadits
Upaya ulama
dalam menjaga dan memelihara hadis dari pemalsuan
dilakukan secara sungguh-sungguh melalui penelitian dari sejak masa sahabat
sampai selesainya perhimpunan hadis ke dalam karya-karya besar mereka.
Upaya-upaya yang ditempuh para ulama dalam menjaga hadis Nabi SAW adalah
sebagai berikut: [4]
Para sahabat, tabi’in dan para ulama sangat ketat dalam menuntut isnad serta
para perawi dan mereka selalu menerapkannya dalam meriwayatkan hadis. Keketatan menuntut isnad tidak hanya berlaku di kalangan ulama
dan pencari hadis. Tetapi isnad telah menjadi hal umum yang diterima,
baik di kalangan ulama maupun kalangan awam.[5]
Semangat ilmiah pada masa sahabat dan tabi’in dalam upaya memelihara
kemurnian hadis sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari aktifitas mereka baik
dalam menuntut hadis maupun dengan mengadakan perjalanan ilmiah dalam
menyebarluaskan hadis ke berbagai daerah. Demikian pula, apabila sebagian
tabi’in mendengar suatu hadis dari selain sahabat, maka mereka bergegas untuk
menemui sahabat yang masih ada secara langsung untuk pengecekan dan pengukuhan
keabsahan yang mereka dengar. Sama halnya yang dilakukan tabi’in kecil terhadap
tabi’in besar dan seterusnya.
3. Memerangi pendusta dan tukang cerita
Sebagian ulama memerangi para pendusta dan tukang cerita dengan melarang
menyebarkan hadis palsu, serta menjelaskan
keadaan mereka kepada masyarakat. Para ulama juga melarang masyarakat mendekati
mereka. Semua ahli ilmu juga menjelaskan kepada murid-murid mereka dan
mengingatkan agar para murid tidak meriwayatkan khabar dari para pendusta itu.
4. Menjelaskan hal ihwal para perawi
Seorang ahli hadis harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang para
periwayat hadis, agar ia dapat menilai kejujuran dan kekuatan hafalannya,
sabagai pegangan dalam membedakan yang shahih dari yang palsu dan yang baik
dari yang buruk. Justru itu para ahli hadis mengadakan penelitian tentang
kehidupan para periwayat dan mengenal hal-ihwal mereka. Mereka melakukan kritik
karena Allah samata, bukan karena rasa takut kepada
seseorang.[6]
5. Meletakkan kaidah- kaidah untuk mengetahui hadis maudhu’
Selain kaidah- kaidah yang rumit dalam rangka mengetahui hadis shahih,
hasan dan dha’if, para ahli hadis juga meletakkan kaidah-kaidah untuk
mengetahui hadis yang maudhu’. Mereka menyebutkan tanda-tanda kepalsuan baik
dalam sanad maupun dalam matan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian terdahulu dapat diambil sebuah kesimpulan
bahwa hal-hal yang menyebabkan lahirnya hadits-hadits maudhu’ adalah :
1. Partai-partai politik
2. Musuh-Musuh Islam (orang-orang zindiq / ateis)
3. Diskriminasi Etnis dan Fanatisme Kabilah,Negara dan
Imam
4. Para Pendongeng (Pembuat Cerita Fiktif)
5. Mencintai kebaikan tapi Bodoh tentang Agama
6. Perbedaan dalam mazhab-Mazhab Fikih dan Ilmu Kalam
(teologi)
7. Menjilat Para Penguasa dan Sebab-Sebab lain
Ahli
bid’ah memiliki kontribusi cukup besar memuncul-kan hadits palsu. Motif mereka
memalsukan hadits berlatar bela-kang berbeda-beda. Akhir dari semua itu
bermunculan hadits palsu di kalangan umat Islam. Semuanya menimbulkan dampak
negatif dalam tatanan kehidupan sosial keagamaan dan menim-bulkan perpecahan
umat.
Para
ulama bangkit dengan berusaha mengadakan pene-litian terhadap hadits,
berdasarkan kaidah tertentu untuk me-nyortir keshahihan riwayat. Hasilnya
selain dapat memilah hadits yang diterima dan ditolak, juga dalam rangka
pengembangan ilmu hadits. Sebagai umat Islam hendaknya kita menjaga
keo-tentikan hadits, mengkaji dan menelitinya, memahami dan melaksanakannya. Wallahu
a’lam
DAFTAR PUSTAKA
Suryadilaga, A., dkk. 2015. Ulumul Hadis. Yogyakarta:
Kalimedia
Muhammad Hasbi, T. 2002. Sejarah dan Pengantarv Ilmu Hadits.
Semarang: Pustaka Rizki Putra
‘Itr, N. 2012. ‘Ulumul Hadis. Bandung: Remaja Rosdakarya
[1][7] Rafidhah adalah sekelompok penganut
Syi'ah yang memandang 'Ali dan anak cucunya lebih utama daripada Abu Bakar dan
'Umar. Mereka tidak menyukai kedua sahabat Nabi yang khalifah itu, bahkan
mencaci-makinya. Kaum Rafidhah mempercayai, para imam itu ma'shum alias
bebas-salah. Mereka memberikan segala kehormatan Nabi (selain kenabian) kepada
para imam. Mereka juga mempercayai kedatangan kembali imam Muntadhar (imam
tertunggu) yang sementara ini menghilang, tanpa meninggal. Lihat Muqaddimah
Fathul Bari Ibnu Hajar Al-Asqalani
[4] M. Noor Sulaiman PL, Antologi
Ilmu Hadits, (Jakarta : Gaung Persada Press, 2008), hlm. 194
Tidak ada komentar:
Posting Komentar