Sabtu, 28 Oktober 2017

Islam dan Budaya Lokal Magelang


PENDAHULUAN
Salah satu topik pembicaraan yang akhir-akhir ini kita dengar adalah tentang islam dan budaya lokal yang tumbuh dan berkembang di berbagai daerah. Salah satunya adalah Magelang. Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di Jawa Tengah. Potensi budaya lokal dan tradisi yang dimiliki sangat besar. Diantaranya seni tradisional berupa kesenian rakyat yang macamnya sangat banyak. Juga adat tradisi lainnya yang umumnya belum diketahui oleh masyarakat umum.
Hal ini dipertegas dengan dukungan salah satu pelaku seni kota Magelang yang akrab disapa dengan Tanto Mendut. Beliau memiliki pagelaran sendiri di rumahnya. Di areal tidak terlalu lebar di belakang rumahnya, sering dilakukan pementasan seni tradisi dari berbagai kelompok kesenian di seluruh Kabupaten Magelang. Selain itu, tentu saja dilakukan berbagai pertemuan kesenian, yang tidak jarang juga tampil tokoh seni pada level internasional.
Namun, hanya sedikit orang yang menyadari bahwa tradisi islam kini telah terakulturasi dengan budaya masyarakat setempat. Tak jarang orang mengartikan sebuah adat sebagai warisan dari nenek moyang mereka, padahal hal tersebut merupakan tradisi islam yang dalam pelaksanaannya termuat ritual adat jawa, khususnya masyarakat Magelang itu sendiri.

PEMBAHASAN
2.1 Islam dan Budaya Lokal
Islam merupakan agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat Indonesia. Secara bahasa merupakan seperangkat aturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia ghaib, dengan Tuhannya, dengan sesamanya, dan juga lingkungannya yang sifatnya islami.
Ada yang mengatakan bahwa agam Islam itu berubah-ubah. Pada kenyataannya, yang berubah adalah tradisi-tradisi keagamaan dan sistem keyakinannya, sedangkan doktrin dan teks agama itu sendiri sebagaimana yang tertuang dalam Al Quran dan As Sunnah tidak berubah. Perubahan keyakinan keagamaan disebabkan oleh adanya perbedaan interpretasi oleh penganut agama tersebut secara berlainan.
2.2 Budaya lokal masyarakat kota Magelang
          Setiap daerah tentu mempunyai adat dan budaya yang berbeda beda. Hal tersebut telah ada sejak nenek moyang mereka dahulu lalu tumbuh dan berkembang hingga saat ini. Beberapa budaya lokal yang ada di kota Magelang adalah:
1.      Tradisi Saparan
Saparan merupakan acara semacam tasyakuran yang dilakukan oleh beberapa desa di kota Magelang. Salah satu desa yang biasa melakukan tradisi saparan adalah desa Ngablak. Pelaksanaannya tidak dihitung dengan kalender nasional. Namun dengan kalender jawa atau hijriah, yaitu pada bulan Shafar hari ahad kliwon atau senin kliwon. Acara tersebut berlaku 24 jam. Dimulai jam 09.00, masyarakat berbondong-bondong menuju rumah Kepala dusun (Kadus) dengan membawa makanan. Diantaranya ayam yang sudah dimasak dan dibumbui, masyarakat jawa menyebutnya ingkung, pisang Rojo 1 tundun, tumpeng dalam wakul, lauk pauk serta sayuran.
Tak kalah pentingnya, tradisi saparan ditandai dengan adanya pertunjukan wayang biasanya dilakukan didepan rumah kepala dusun (Kadus) atau di rumah warga yang memiliki halaman luas. Dilakukan mulai ba’da dhuhur hingga pagi menjelang. Pada hari itu, semua sanak sauadara, kerabat, teman atau kenalan semuanya diundang untuk makan makan.
2.      Seni Rakyat
Hampir disetiap desa di kota Magelang mempunyai kelompok kesanian yang dijadikan sebagai ajang pelestarian buadaya jawa, diantaranya :
a)      Kubro Siwo
Kesenian ini tidak begitu berbeda dengan seni Debus yang ada di Jawa Barat. Pementasan yang menunjukkan kebolehan dan menjaga keseimbangan tubuh. seperti meniti tali dengan sepeda, menyembur dengan minyak tanah, sampai pada pertunjukkan kekuatan tubuh, seperti penebasan dengan pedang.
b)      Jathilan
Seni jathilan hampir sama dengan kesenian kubro siswo. Hanya berbeda nama karena ada di desa yang berbeda.
c)      Leak
d)     Ndayakan
Ciri  kesenian ini adalah properti yang digunakan mirip dengan masyarakat papua, suku dayak. Maka disebut dengan seni ndayakan.
3.      Festival lima Gunung
Merupakan festival yang diselenggerakan satu tahun sekali oleh komunitas seniman petani di lingkungan gunung merapi, merbabu, andong, sumbing dan menoreh. Kabupaten Magelang berlangsung di dua lokasi, yakni Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak (Andong) dan Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun (Merapi).
Festival tersebut ditandai dengan pameran seni rupa oleh komunitas tersebut dan jejaringnya, para seniman sekitar borobudur dan serta sarasehan budaya dengan narasumber sejumlah tokoh dan pengamat budaya.
Puncak festival didampingi sejumlah tokoh Komunitas Lima Gunung, juga dimeriahkan dengan kirab budaya, pidato kebudayaan, pemukulan gong, peluncuran buku, dan pentas kuda lumping secara massal.

2.3  Budaya islami dan budaya lokal yang bernuansa islami di kota Magelang

a)      Tradisi Syuronan
Pada tanggal 10 ‘Asyuro masyarakat menyisihkan sebagian hartanya untuk shodaqoh. Identik dengan istilah santunan anak yatim. Tak sedikit dari mereka yang membuat aneka makanan. Diantaranya nasi kuning, bubur merah, jenang dan masih banyak lagi. Tujuannya untuk diberikan kepada orang-orang yang berpuasa pada hari itu.
b)      Maulid
Bulan Rabiul Awwal merupakan bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Banyak orang islam yang memperingatinya dengan berbagai macam cara.
Ritual yang dilakukan mayoritas masyarakat Magelang adalah membaca kitab al barzanji, burdah, suntud duror, dziba’ yang dilakukan ba’da maghrib maupun ba’da isya’. Ada sebagian yang hanya sampai tanggal 12. Namun tidak sedikit yang melaksanakannya hingga akhir bulan Rabiul Awwal.
c)      Ziarah
Ziarah merupakan acara mengunjungi makam para wali, auliya dan leluhur guna mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berwasilah melalui beliau-beliau. Biasanya dilakukan pada bulan Rajab dan Sya’ban.
d)     Nifsu Sya’ban
Masyarakat melakukan doa bersama pada 15 hari awal di bulan Sya’ban.
e)      Nyadran
Nyadran adalah serangkaian upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa terutama Jawa Tengah. Berasal dari bahasa Sansekerta, sraddha yang artinya keyakinan. Nyadran adalah tradisi pembersihan makam oleh masyarakat Jawa, umumnya di pedesaan. Dalam bahasa Jawa, Nyadran berasal dari kata sadran yang artiya ruwah syakban. Nyadran adalah suatu rangkaian budaya yang berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selametan di makam leluhur. Nyadran merupakan salah satu tradisi dalam menyambur datangnya bulan Ramadhan. Kegiatan yang biasa dilakukan saat Nyadran atau Ruwahan adalah:
·          Menyelenggarakan kenduri, dengan pembacaan ayat Al Quran, dzikir, tahlil dan doa kemudian ditutup dengan makan bersama.
·          Melakukan besik, yaitu pembersihan makam leluhur dari kotoran dan rerumputan.
·         Melakukan upacara ziarah kubur, dengan berdoa kepada roh yang telah meninggal di area makam.
Nyadran biasanya dilaksanakan pada setiap hari ke-10 bulan Rajab atau saat datangnya bulan Sya’ban. Dalam ziarah kubur, biasanya peziarah membawa bunga, terutama bunga telasih. Bunga telasih digunakan sebagai lambang adanay hubungan yang akrab antara peziarah dengan arwah yang diziarahi.
Para masyarakat yang mengikuti Nyadran biasnya berdoa untuk kakek-nenek, bapak-ibu, serta saudara-saudari mereka yang telah meninggal. Seusai berdoa, masyarakat menggelar kenduri atau makan bersama di sepanjang jalan yang telah digelari tikar dan daun pisang. Tiap keluarga yang mengikuti kenduri harus membawa makanan sendiri. Makanan yang dibawa harus berupa makanan tradisional, seperti ayam ingkung, sambal goreng ati, urap sayur dengan lauk rempah, prekedel, tempe dan tahu bacem
f)       Halal Bi Halal
Istilah tersebut maksudnya kita sebagai umat islam sama-sama menghalalkan hak hak kita yang ada pada orang lain, begitu juga sebaliknya. Halal Bi Halal ada di bulan Syawwal
g)      Doa Akhir Tahun dan Awal Tahun
Hal tersebut dimaksudkan untuk memohon ampun kepada-NYA atas dosa dan kesalahan selama satu tahun yang lalu. Dan memohon kebaikan untuk satu tahun yang akan datang.

2.4  Tradisi islami yang terakulturasi dengan budaya lokal masyarakat Magelang

Tradisi merupakan kebiasaan yang dilakukan masyarakat. Mayoritas penduduk Magelang beragama Islam. Tak heran jika uncul istilah tradisi islam. Namun, tidak menutup kemungkinan adat dan tradisi tersebut tercampur dengan budaya lokal masyarakat Magelang. Diantaranya adalah:
a)      Ritual Kelahiran
1.      Ngapati
Ketika usia kehamilan mencapai 4 bulan, diadakan acara empat bulanan. Biasanya orang yang mempunyai hajat tersebut mengundang sanak saudara juga tetangga dekat untuk datang mendoakan janin yang masih dikandungnya. Pada tradisi ngapati tidak ada syarat untuk makanan yang akan disuguhkan, tidak seperti acara mitoni.
2.      Mitoni
Pada saat kehamilan 7 bulan, diadakan acara nujuh bulanan atau mitoni. Pada acara ini disiapkan sebuah kelapa gading dengan gambar wayang Dewa Kamajaya (jika laki-laki akan tampan seperti Dewa Kamajaya) dan Dewi Kamaratih (jika perempuan akan cantik seperti Dewi Kamaratih), gudangan (sayuran) yang dibumbui sebanyak 7 macam, jajan pasar 7 macam dan masih banyak lagi, setiap daerah mempunyai ketentuan masing-masing
3.      Brokohan
Biasanya disediakan nasi tumpeng lengkap dengan sayur dan lauknya. Terkadang ada masyarakat yang membuat nasi kuning.
4.      Tedak Siten
Adat ini dilakukan ketika sang bayi berusia 245 hari. Merupakan adat dimana sang bayi menginjakkan tanah untuk pertama kalinya diatas tanah. 
5.      Aqiqoh
Aqiqoh merupakan tradisi islam. Namun, masuk dalam ritual kelahiran. Yaitu penyembelihan kambing sebayak 2 ekor untuk laki-laki dan 1 ekor kambing untuk perempuan yang ditandai dengan dipotongnya rambut sang bayi (hukumnya sunnah)
b)      Ritual Kematian
Ketika ada orang yang meninggal, malamnya biasanya keluarga yang ditinggal mengadakan quranan, yasinan atau tahlilan. Bertujaun untuk mendoakan orang yang telah meninggal tersebut hingga malam ke-7 nya. Begitu juga pada malam ke-40, malam ke-100 dan malam ke-1000. Untuk tiap tahunnya ada yang memperingati ada juga yang tidak. Masyarakat menyebutnya haul (satu tahun).
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Begitu banyak adat, tradisi maupun budaya di masyarakat kita. Secara garis besar dapat kita klasifikasikan menjadi 4, yaitu:
a)      Budaya lokal
b)      Budaya islam
c)      Budaya lokal yang bernuansa islami
d)     Budaya islam yang terakulturasi dengan budaya lokal
3.2 Saran
Kita sebagai orang islam, harus bisa membedakan keempat-empatnya. Karena tidak sedikit diantara kita yang masih sering keliru memahami hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

"Nyadran Upacara Kenduri Masyarakat Jawa". wartamadani.com. Diakses tanggal 26 Mei 2014.23.30.
Mu’tashim. R., 2005. Islam dan Budaya Lokal. Yogyakarta: Pokja Akademik
Fadhliyah. Lia., 2013. Budaya Lokal Masyarakat Magelang. Yogyakarta: Plotpoin Kreatif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar