PENDAHULUAN
Salah satu
topik pembicaraan yang akhir-akhir ini kita dengar adalah tentang islam dan
budaya lokal yang tumbuh dan berkembang di berbagai daerah. Salah satunya
adalah Magelang. Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di Jawa
Tengah. Potensi budaya lokal dan tradisi yang dimiliki sangat besar.
Diantaranya seni tradisional berupa kesenian rakyat yang macamnya sangat banyak.
Juga adat tradisi lainnya yang umumnya belum diketahui oleh masyarakat umum.
Hal ini
dipertegas dengan dukungan salah satu pelaku seni kota Magelang yang akrab
disapa dengan Tanto Mendut. Beliau memiliki pagelaran sendiri di rumahnya. Di
areal tidak terlalu lebar di belakang rumahnya, sering dilakukan pementasan
seni tradisi dari berbagai kelompok kesenian di seluruh Kabupaten Magelang.
Selain itu, tentu saja dilakukan berbagai pertemuan kesenian, yang tidak jarang
juga tampil tokoh seni pada level internasional.
Namun, hanya
sedikit orang yang menyadari bahwa tradisi islam kini telah terakulturasi
dengan budaya masyarakat setempat. Tak jarang orang mengartikan sebuah adat
sebagai warisan dari nenek moyang mereka, padahal hal tersebut merupakan
tradisi islam yang dalam pelaksanaannya termuat ritual adat jawa, khususnya
masyarakat Magelang itu sendiri.
PEMBAHASAN
2.1 Islam dan
Budaya Lokal
Islam
merupakan agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat Indonesia. Secara bahasa
merupakan seperangkat aturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia ghaib,
dengan Tuhannya, dengan sesamanya, dan juga lingkungannya yang sifatnya islami.
Ada yang mengatakan
bahwa agam Islam itu berubah-ubah. Pada kenyataannya, yang berubah adalah
tradisi-tradisi keagamaan dan sistem keyakinannya, sedangkan doktrin dan teks
agama itu sendiri sebagaimana yang tertuang dalam Al Quran dan As Sunnah tidak
berubah. Perubahan keyakinan keagamaan disebabkan oleh adanya perbedaan
interpretasi oleh penganut agama tersebut secara berlainan.
2.2 Budaya
lokal masyarakat kota Magelang
Setiap daerah tentu mempunyai adat dan
budaya yang berbeda beda. Hal tersebut telah ada sejak nenek moyang mereka
dahulu lalu tumbuh dan berkembang hingga saat ini. Beberapa budaya lokal yang
ada di kota Magelang adalah:
1.
Tradisi Saparan
Saparan
merupakan acara semacam tasyakuran yang dilakukan oleh beberapa desa di kota
Magelang. Salah satu desa yang biasa melakukan tradisi saparan adalah desa
Ngablak. Pelaksanaannya tidak dihitung dengan kalender nasional. Namun dengan
kalender jawa atau hijriah, yaitu pada bulan Shafar hari ahad kliwon
atau senin kliwon. Acara tersebut berlaku 24 jam. Dimulai jam 09.00, masyarakat
berbondong-bondong menuju rumah Kepala dusun (Kadus) dengan membawa makanan.
Diantaranya ayam yang sudah dimasak dan dibumbui, masyarakat jawa menyebutnya ingkung,
pisang Rojo 1 tundun, tumpeng dalam wakul, lauk pauk serta
sayuran.
Tak kalah
pentingnya, tradisi saparan ditandai dengan adanya pertunjukan wayang biasanya
dilakukan didepan rumah kepala dusun (Kadus) atau di rumah warga yang memiliki
halaman luas. Dilakukan mulai ba’da dhuhur hingga pagi menjelang. Pada hari
itu, semua sanak sauadara, kerabat, teman atau kenalan semuanya diundang untuk
makan makan.
2.
Seni Rakyat
Hampir
disetiap desa di kota Magelang mempunyai kelompok kesanian yang dijadikan
sebagai ajang pelestarian buadaya jawa, diantaranya :
a)
Kubro Siwo
Kesenian ini
tidak begitu berbeda dengan seni Debus yang ada di Jawa Barat. Pementasan yang
menunjukkan kebolehan dan menjaga keseimbangan tubuh. seperti meniti tali
dengan sepeda, menyembur dengan minyak tanah, sampai pada pertunjukkan kekuatan
tubuh, seperti penebasan dengan pedang.
b)
Jathilan
Seni jathilan
hampir sama dengan kesenian kubro siswo. Hanya berbeda nama karena ada di desa
yang berbeda.
c)
Leak
d)
Ndayakan
Ciri kesenian ini adalah properti yang digunakan
mirip dengan masyarakat papua, suku dayak. Maka disebut dengan seni ndayakan.
3.
Festival lima Gunung
Merupakan
festival yang diselenggerakan satu tahun sekali oleh komunitas seniman petani
di lingkungan gunung merapi, merbabu, andong, sumbing dan menoreh. Kabupaten
Magelang berlangsung di dua lokasi, yakni Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo,
Kecamatan Ngablak (Andong) dan Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun
(Merapi).
Festival
tersebut ditandai dengan pameran seni rupa oleh komunitas tersebut dan
jejaringnya, para seniman sekitar borobudur dan serta sarasehan budaya dengan
narasumber sejumlah tokoh dan pengamat budaya.
Puncak
festival didampingi sejumlah tokoh Komunitas Lima Gunung, juga dimeriahkan
dengan kirab budaya, pidato kebudayaan, pemukulan gong, peluncuran buku, dan
pentas kuda lumping secara massal.
2.3
Budaya islami
dan budaya lokal yang bernuansa islami di kota Magelang
a)
Tradisi Syuronan
Pada tanggal
10 ‘Asyuro masyarakat menyisihkan sebagian hartanya untuk shodaqoh.
Identik dengan istilah santunan anak yatim. Tak sedikit dari mereka yang
membuat aneka makanan. Diantaranya nasi kuning, bubur merah, jenang dan masih
banyak lagi. Tujuannya untuk diberikan kepada orang-orang yang berpuasa pada
hari itu.
b)
Maulid
Bulan Rabiul
Awwal merupakan bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Banyak orang islam yang memperingatinya
dengan berbagai macam cara.
Ritual yang
dilakukan mayoritas masyarakat Magelang adalah membaca kitab al barzanji,
burdah, suntud duror, dziba’ yang dilakukan ba’da maghrib maupun ba’da
isya’. Ada sebagian yang hanya sampai tanggal 12. Namun tidak sedikit yang
melaksanakannya hingga akhir bulan Rabiul Awwal.
c)
Ziarah
Ziarah
merupakan acara mengunjungi makam para wali, auliya dan leluhur guna
mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berwasilah melalui beliau-beliau.
Biasanya dilakukan pada bulan Rajab dan Sya’ban.
d)
Nifsu Sya’ban
Masyarakat
melakukan doa bersama pada 15 hari awal di bulan Sya’ban.
e)
Nyadran
Nyadran adalah serangkaian upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa
terutama Jawa Tengah. Berasal dari bahasa Sansekerta, sraddha yang
artinya keyakinan. Nyadran adalah tradisi pembersihan makam oleh masyarakat
Jawa, umumnya di pedesaan. Dalam bahasa Jawa, Nyadran berasal dari kata sadran
yang artiya ruwah syakban. Nyadran adalah suatu rangkaian budaya yang
berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri
selametan di makam leluhur. Nyadran merupakan salah satu tradisi dalam
menyambur datangnya bulan Ramadhan. Kegiatan yang biasa dilakukan saat Nyadran
atau Ruwahan adalah:
·
Menyelenggarakan kenduri, dengan pembacaan ayat Al Quran, dzikir, tahlil
dan doa kemudian ditutup dengan makan bersama.
·
Melakukan besik, yaitu pembersihan makam leluhur dari kotoran dan
rerumputan.
·
Melakukan
upacara ziarah kubur, dengan berdoa kepada roh yang telah meninggal di area
makam.
Nyadran biasanya dilaksanakan pada setiap hari ke-10 bulan Rajab atau saat
datangnya bulan Sya’ban. Dalam ziarah kubur, biasanya peziarah membawa bunga,
terutama bunga telasih. Bunga telasih digunakan sebagai lambang adanay hubungan
yang akrab antara peziarah dengan arwah yang diziarahi.
Para masyarakat yang mengikuti Nyadran biasnya berdoa untuk kakek-nenek,
bapak-ibu, serta saudara-saudari mereka yang telah meninggal. Seusai berdoa,
masyarakat menggelar kenduri atau makan bersama di sepanjang jalan yang telah
digelari tikar dan daun pisang. Tiap keluarga yang mengikuti kenduri harus
membawa makanan sendiri. Makanan yang dibawa harus berupa makanan tradisional,
seperti ayam ingkung, sambal goreng ati, urap sayur dengan lauk rempah,
prekedel, tempe dan tahu bacem
f)
Halal Bi Halal
Istilah
tersebut maksudnya kita sebagai umat islam sama-sama menghalalkan hak hak kita
yang ada pada orang lain, begitu juga sebaliknya. Halal Bi Halal ada di bulan
Syawwal
g)
Doa Akhir Tahun dan Awal Tahun
Hal tersebut
dimaksudkan untuk memohon ampun kepada-NYA atas dosa dan kesalahan selama satu
tahun yang lalu. Dan memohon kebaikan untuk satu tahun yang akan datang.
2.4
Tradisi islami
yang terakulturasi dengan budaya lokal masyarakat Magelang
Tradisi merupakan kebiasaan yang
dilakukan masyarakat. Mayoritas penduduk Magelang beragama Islam. Tak heran
jika uncul istilah tradisi islam. Namun, tidak menutup kemungkinan adat dan
tradisi tersebut tercampur dengan budaya lokal masyarakat Magelang. Diantaranya
adalah:
a)
Ritual Kelahiran
1.
Ngapati
Ketika usia
kehamilan mencapai 4 bulan, diadakan acara empat bulanan. Biasanya orang yang
mempunyai hajat tersebut mengundang sanak saudara juga tetangga dekat untuk
datang mendoakan janin yang masih dikandungnya. Pada tradisi ngapati tidak ada
syarat untuk makanan yang akan disuguhkan, tidak seperti acara mitoni.
2.
Mitoni
Pada saat
kehamilan 7 bulan, diadakan acara nujuh bulanan atau mitoni. Pada acara ini
disiapkan sebuah kelapa gading dengan gambar wayang Dewa Kamajaya (jika laki-laki
akan tampan seperti Dewa Kamajaya) dan Dewi Kamaratih (jika perempuan akan
cantik seperti Dewi Kamaratih), gudangan (sayuran) yang dibumbui sebanyak 7
macam, jajan pasar 7 macam dan masih banyak lagi, setiap daerah mempunyai
ketentuan masing-masing
3. Brokohan
Biasanya
disediakan nasi tumpeng lengkap dengan sayur dan lauknya. Terkadang ada
masyarakat yang membuat nasi kuning.
4.
Tedak Siten
Adat ini
dilakukan ketika sang bayi berusia 245 hari. Merupakan adat dimana sang bayi
menginjakkan tanah untuk pertama kalinya diatas tanah.
5.
Aqiqoh
Aqiqoh
merupakan tradisi islam. Namun, masuk dalam ritual kelahiran. Yaitu
penyembelihan kambing sebayak 2 ekor untuk laki-laki dan 1 ekor kambing untuk
perempuan yang ditandai dengan dipotongnya rambut sang bayi (hukumnya sunnah)
b)
Ritual Kematian
Ketika ada
orang yang meninggal, malamnya biasanya keluarga yang ditinggal mengadakan
quranan, yasinan atau tahlilan. Bertujaun untuk mendoakan orang yang telah
meninggal tersebut hingga malam ke-7 nya. Begitu juga pada malam ke-40, malam
ke-100 dan malam ke-1000. Untuk tiap tahunnya ada yang memperingati ada juga
yang tidak. Masyarakat menyebutnya haul (satu tahun).
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Begitu banyak adat, tradisi maupun budaya di
masyarakat kita. Secara garis besar dapat kita klasifikasikan menjadi 4, yaitu:
a)
Budaya lokal
b)
Budaya islam
c)
Budaya lokal yang bernuansa islami
d)
Budaya islam yang terakulturasi
dengan budaya lokal
3.2 Saran
Kita sebagai orang islam, harus bisa
membedakan keempat-empatnya. Karena tidak sedikit diantara kita yang masih
sering keliru memahami hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
"Nyadran
Upacara Kenduri Masyarakat Jawa". wartamadani.com. Diakses tanggal
26 Mei 2014.23.30.
Mu’tashim. R., 2005. Islam dan
Budaya Lokal. Yogyakarta: Pokja Akademik
Fadhliyah. Lia., 2013. Budaya
Lokal Masyarakat Magelang. Yogyakarta: Plotpoin Kreatif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar